Berhentilah! Dengar, Lihat dan Rasakan!

Published by ALAM on

Terapkanlah ilmu yang sudah didapat selama empat tahun ini ke tengah-tengah masyarakat.

Begitulah kata Rektor Universitas Trunojoyo Madura ketika aku duduk di kursi empuk gedung cakra dengan toga di kepala. Pesan Rektor itu menggelegar melewati ratusan kepala yang sudah memakai toga di momen wisuda yang sakral itu.

Pesan itulah yang menjadi landasanku menjalani pekerjaan yang sekarang. Ya, sejak sebulan yang lalu aku menjadi guru di SMAN 4 Bangkalan. Sesuai bidang dan kompetensiku, aku mengajar pelajaran TIK untuk seluruh kelas X. Ada enam kelas dengan segala kelebihan dan kekurangan? bukan tetapi keunikannya.

Tingkah-tingkah siswa di kelaslah yang membuatku selalu ingin datang pagi-pagi ke sekolah. Pagi hari, seperti kebanyakan masyarakat Bangkalan yang lain, aku juga punya aktivitas yang berbeda sejak menjadi bagian dari keluarga SMAN 4 Bangkalan, aku mempunyai aktivitas yang jarang aku kerjakan selama empat tahun terakhir. Terakhir aku berangkat pagi-pagi, saat jam di dinding sudah menunju angka enam, dan matahari sudah menyemburkan sinar di balik kabut yang masih menyelimuti desa Kebun, adalah saat aku masih memakai seragam putih-abu-abu. Saat itu, dengan sepeda othel aku kayuh hingga dekat jalan raya, aku titipkan rumah seorang kawan, sebelum berpindah tunggangan dari sepeda ke bis elf (mini). Aktivitas rutin yang selalu dijalani sejak 2005 hingga 2008.

Sekarang, sejak sebulan yang lalu aku meninggalkan rumah lebih awal dari biasanya, bergabung dengan rombongan siswa yang menggunakan motor berangkat belajar ke sekolah masing-masing. Setidaknya, 23 km yang aku tempuh dari rumah dengan waktu 30 menit di atas motor dengan kecepatan 80 km/jam. Semakin lebih pagi, ketika jam masuk sekolah yang awalnya memulai kegiatan belajar mengajar jam tujuh pagi menjadi jam 6.45 wib. Apa boleh buat, aku harus berangkat jam enam pagi dari rumah.

Ilustrasi: kabut

Berangkat lebih pagi seperti kembali ke masa SMK. Aku melewati kawasan Telang dan Socah yang masih berkabut, semakin cantik dengan siraman matahari di atasnya. Pemandangan ini jelas tidak tersaji di siang hari. Hamparan sawah yang dibumbui kabut seperti lukisan yang tergambar nyata dengan bentuk 3D, bahkan segarnya udaranya bisa terhirup dan dirasakan suasananya dengan membuka penutup helm. Sederhana tapi jelas tidak bisa dinikmati jika berada di kota besar dengan kemajuan industrinya.

Tidak sedikit yang menikmati hal ini, bayangkan saja ada berapa orang yang menggantungkan hidupnya di kota Bangkalan. Bapakku misalnya, beliau selalu berangkat pagi-pagi dari rumah menuju Bangkalan. Tapi aku tidak tahu, apakah bapakku bisa menikmati pengalaman yang disajikan saat berangkat kerja dari Kamal ke Bangkalan. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berangkat kerja melewati kawasan dengan sajian pemandangan indah di sepanjang perjalanan. Tetapi tidak banyak orang yang bisa menikmati saat-saat berangkat kerja.

Dari sekarang, mungkin bisa dimulai besok, saat berangkat kerja, cobalah berhenti sejenak. Rasakan desiran angin yang berhembus, tariklah nafas dalam-dalam dan hiruplah udara segar di pagi itu. Dengarkan kicauan burung yang benyanyi merdu. Syukurilah betapa nikmat sehat yang masih diberikan oleh Yang Kuasa, nikmat itu akan semakin lezat dengan pemandangan cantik yang tersaji begitu saja di depan mata. Rasakan itu sebentar saja, 2-3 menit. Kamu akan menjadi orang yang sangat beruntung di dunia ini.

Categories: #ALAMelangkah

ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Aditya · March 20, 2013 at 23:26

Salut mas…

ria lyzara · February 13, 2013 at 22:32

gak bisa comment 😀
yup.. sometimes pernah melakukannya 🙂 dan asli seneng 🙂 cuman saat berangkat ke MTs dan SMA dulu.. semenjak disini belum pernah merasakannya..

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.