Kampus Harvard, Jumatan dan Masakan Indonesia

Published by ALAM on

wahyualam.com - NTU kampus taiwan rasa eropa

Jumat artinya kami harus pergi ke Masjid. Jumatan. Berangkat dari dormitory bersama-sama teman mahasiswa Indonesia yang lain. Kemal harus berboncengan dengan Pak Sani karena keterbatasan sepeda.

Sambil menunggu lampu merah di dekat parkiran YouBike, Pak Sani turun dari sepeda dan menempelkan kartu di samping sepeda, seketika Pak Sani dapat mencabut sepeda berwarna oranye dan menggunakannya. Kini tak ada yang berboncengan. Semua menggunakan sepeda satu persatu.

Kami melewati area kampus National Taiwan University. Ini adalah pertama kalinya aku keluar kampus. Setelah beberapa hari hanya berkutat di dalam kampus saja. Pak Sani sebagai leader. Kami yang baru tiga hari di Taiwan, hanya mengikuti dari belakang.

Semakin masuk ke area kampus, aku semakin tahu bahwa kampus NTU ini beraksitektur Eropa.

Aku terdecak kagum saat melihat arsitektur kebanyakan bangunan NTU dominan terbuat dari batu bata merah. Tersusun rapi seperti benteng. Dengan sentuhan hijaunya pepohonan, aku mengira aku sedang bersepeda di dalam kampus Harvard. Begitu klasik. Sejauh mata memandang, hanya gedung-gedung tua yang terlihat. Bukan, itu bukan gedung tua. Itu kampus. Wajar jika kampus ini adalah kampus terbaik di Taiwan dan terbaik 53 di dunia. Melihat bangunan kampusnya saja aku langsung terperanjak. Bagaimana bisa sekolah di kampus ini ya. Kalau melihat NTU, kampusku ngga sampai seperempat kampus NTU. Begitu luas area keseluruhan kampus NTU.

Usai melewati area kampus NTU rasa Harvard, kami melewati jalanan Taipei. Hanya beberapa toko terkenal yang aku tahu. Sisanya adalah ruko dengan nama bertuliskan huruf mandari yang tak kumengerti.

Jalanan di Taipei begitu rapi. Teratur. Tak ada pendengara yang menerobos saat lampu merah. Pejalan kaki dan pengendara sepeda seperti kami merasa nyaman. Jika sudah lampu merah kami seperti begitu yakin, tidak akan ada kendaraan yang melintas. Bahkan aku sempat melihat bis yang sebenarnya boleh melintas, tetapi memilih berhenti, menghormati pejalan kaki dan pesepeda yang melintas di zebra cross.

Trotoar di sepanjang jalan juga sangat luas. Jika dijejer, empat sepeda bisa melintas secara bersamaan dengan pejalan kaki. Kami terus mengayuh sepeda hingga berhenti di sebuah toko. Pak Sani dan temannya langsung masuk ke toko tersebut. Aku, Saide dan Kemal memilih langsung ke masjid karena sudah jam 12 siang. Saat berada di Masjid, ternyata masih sepi, aku dan Kemal pun kembali ke toko mengejar Pak Sani dan kawan-kawan. Saide memilih masuk ke masjid. Maklum: Pak Ustadz dari Riau.

wahyualam.com - masakan indonesia di dekat masjid taipeiSenang sekali melihat barang-barang yang biasa aku lihat di Indonesia ada di sini. Barang-barang seperti kecap dan sambal ABC, indomie hingga produk khas Indonesia lainnya dijual lengkap di toko yang berada di selatan Taipei Grand Mosque. Atau dalam bahasa Indonesia: Masjid Agung Taipei. Akhirnya aku bisa makan daging tanpa risau takut ada babinya. Toko orang Indonesia ini menyediakan menu khas Indonesia seperti: daging bumbu bali, opor jeroan, dsb. Yang jelas perutku seolah berpesta menikmat tempe goreng dan daging. Setelah tiga hari harus selalu makan vetegables food. Usai makan siang, kami sholat Jumat. wahyualam.com - jumatan di taipei

Banyak jemaah yang hadir dari mahasiswa asal Afrika, Indonesia juga pekerja berdara Arab. Tidak sedikit juga yang asli dari Taiwan. Bahkan Kutbah disampaikan dalam bahasa Arab-Cina. Aku hanya dapat mendengar apa yang disampaikan dalam bahasa Arab, sisanya, saat Kutbah bahasa Cina, hanya kata Allah dan Muhammad yang dapat aku mengerti.

Senang sekali menikmati pengalaman hari ini: melewati kampus ‘Harvard’, sholat Jumat di Masjid Agung Taipei hingga makan masakan Indonesia.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

8 Comments

@nurulrahma · December 23, 2015 at 15:36

Keren, kereeen!!

Selamat mengitari dunia ya bro 🙂

Mama Yuni · December 11, 2015 at 10:41

Mas aku kok penasaran ya sama ini:
—–> Sambil menunggu lampu merah di dekat parkiran YouBike, Pak Sani turun dari sepeda dan menempelkan kartu di samping sepeda, seketika Pak Sani dapat mencabut sepeda berwarna oranye dan menggunakannya. Kini tak ada yang berboncengan. Semua menggunakan sepeda satu persatu.

Bayanganku, kartu itu dapat menduplikasi sepeda. kartunya di tempel ke samping sepeda, otomatis sepedanya jadi dobel. Selanjutnya di cabut salah satu..

Bener begitu?
Keren jugak ya teknologinya 🙂

    Wahyu Alam · December 11, 2015 at 14:54

    Bukaaan! jadi ada station sepeda di pinggir jalan. Sepeda itu terparkir, tetapi baru bisa diambil dengan kartu pintar, kalau di Indonesia mirip BCA Flazz, kalau ngga ada kartu itu, sepedanya ngga bisa dicabut/disewa/digunakan. Begitu.

yuniarinukti · December 11, 2015 at 10:36

Ih, menakjubkan sekali lalu lintas di Taiwan. Salut dengan kedisplinan orang-orang di sana.

Eh, susah banget ya cari makanan halal, masak kalau mau makan harus keluar dulu ke Masjid Agung 😀

    Wahyu Alam · December 11, 2015 at 14:55

    Di kampus ada, tapi ya gitu-gitu saja menunya. Membosankan.

rialyzara · December 3, 2015 at 00:13

Di Indonesia jarang naik sepeda onthel, disana ngonthel ya? #eh salah fokus 😀
Karena di sana banyak orang Indonesia, jadi gak perlu khawatir untuk menemukan resto Indonesia bukan? tapi kenapa 3 hari jadi vegetarian cobak? hmm

    Wahyu Alam · December 7, 2015 at 09:46

    Kalau ke toko Indo harus jauh keluar kampus. Agak repot. Jadi makan apa adanya saja. Sing penting halal.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.