Konser Noah Menghentak Taoyuan

Published by ALAM on

Noah di TaiwanUsai memasang tali sepatu adidas warna oranye, aku meninggalkan dorm pagi-pagi. Aku diajak Saide untuk kerja paruh waktu. Sehari saja, sekaligus nonton konser band Noah di Taoyuan. Kota yang berada di sebelah barat Taipei.

Aku sudah siap menjadi karyawan sehari. Sekaligus mendengarkan langsung suara Ariel dari dekat.
Bersama partner kerja kami berkumpul di pintu TR di Taipei Main Station. Pintu ini yang menghubungkan MRT dengan kereta ke luar kota Taipei. Tiket untuk menuju Taoyuan 46 NTD, namun kali ini kami difasilitasi kantor.

Hanya butuh setengah jam dari Taipei ke stasiun Taoyuan. Untuk menuju Taoyuan Stadium, kami harus naik taksi. Terlihat beberapa wajah-wajah Indonesia sudah memadati sekitaran stasiun. Sepertinya semua TKI dari berbagai daerah berkumpul di Taoyuan hari ini.

Aku tidak bisa santai seperti biasanya. Tidak sempat motret sana sini. Aku harus fokus mengikuti instruksi atasan untuk memulai pekerjaan sebagai karyawan sehari. Ribuan brosur dan ratusan kupon harus disebarkan sebanyak mungkin. Kaus biru sebagai identitas menjadi seragam bagi para penyebar.

Antrian pengunjung yang ingin memasuki Taoyuan arena mulai mengular. Taoyuan arena adalah gedung serba guna yang berada tepat di samping stadion sepak bola kebanggan warga Taoyuan. Berbagai kalangan hadir, mulai dari kakak-kakak, mbak-mbak, ibu-ibu, bapak-bapak, hingga tante-tante semua tumplek-blek di satu tempat. Meski begitu mereka tertib dengan mengantri untuk memasuki Taoyuan arena.

Banyaknya pengunjung memudahkan kami tim penyebar brosur. Dalam sekejap saja brosur yang kami bagikan ludes. Tinggal kupon undian yang sedikit lebih repot karena harus meminta nama dan nomor ponsel. Di saat berburu nama dan nomor telpon inilah interaksi terjadi. Aku melihat berbagai macam respon TKI/TKW, saat aku tawari mengisi kupon undian. Padahal aku sudah menawarkan layaknya ‘sales promotion’ kawakan.

Ada yang malu-malu takut ditanyakan nomor ponselnya, mungkin wajahku mirip penjahat. Ada yang cuek tidak menggubris, ada yang menolak dengan halus, ada yang sudah mengisi kupon dari tim lain, ada yang harus dibilang gratis baru mau mengisi, bahkan ada yang sudah lupa menyebutkan angka dalam bahasa Indonesia. Ketika menyebutkan nomor ponselnya, mereka secara otomatis menyebutkan ling-jiu-liao, dst.

Dua bandel kupon habis dalam waktu kurang dari dua jam. Matahari sudah terik karena memang sudah masuk waktu Dhuzur. Semakin siang, pengunjung semakin ramai. Aku diajak Aditya, kawan satu tim, untuk makan malam di dalam gedung. Kami masuk tidak pakai antri, melalui jalur khusus karena kami memakai kartu sakti bertuliskan ‘crew’.

Usai makan, tim penyebar brosur masih harus bekerja menyebarkan sebanyak mungkin brosur. Sesekali kami ikut bernyanyi dan berjoget mendengar hentakan musik Noah. Taoyuan Arena penuh. Ada yang bergoyan di depan panggung, ada yang duduk di tribun. Semuanya menikmati beberapa lagu yang dibawakan oleh Noah. Bahkan ada banyak wanita yang berlari dari pintu masuk ketika mendengar suara Ariel, seperti mereka adalah fans beratnya Ariel Peterpan, eh Ariel Noah.

Aku larut saat mendengar lagu Langit Tak Mendengar. Hentakan musiknya sukses membuatku mengeluarkan ponsel dan merekamnya. Aku maju sedikit ke depan masih dalam keadaan memegang brosur. Aku ingin merekam satu lagu sampai habis.

Terlihat wajah penonton yang hadir begitu senang mendengarkan musik yang biasa mereka dengar di Indonesia. Hiburan seperti ini adalah momen yang pas untuk mereka berkumpul bersama. Meski banyak diantara mereka yang harus pulang di tengah konser karena mereka hanya diijinkan meninggalkan pekerjaan sampai pukul tiga sore.

Noah membawakan sekitar 15 lagu yang sangat menghibur. Beberapa kali penonton meloncat-loncat bersama-sama, bernyanyi bersama-sama hingga tepuk tangan bersama.

Pukul empat sore konser selesai. Taoyuan macet karena diserbu lebih dari dua puluh ribu orang Indonesia. Bahkan aku dan rekan kerja batal ikut kereta karena melihat antrian yang bejubel.

Stasiun Taoyuan lebih ramai dari biasanya. Wajah warga lokal terlihat heran dan tidak menyangka apa yang terjadi pada kota mereka. Sehingga begitu banyak orang Indonesia yang berada di stasiun. Hingga tidak sedikit yang ngemper di pinggir jalan untuk beristirahat sejenak, hingga kongkow warung kopi yang berada di dekat stasiun Taoyuan. Antrian yang berada di stasiun Taoyuan mengingatkan kita akan stasiun Jakarta kota yang super sibuk.

Kami memutuskan pulang naik bis. Jelas perlu waktu lebih lama. Kondisi Taipei yang macet karena waktunya pulang kerja dan suatu ajang hiburan tradisional yang dihelat di pinggir jalan.
Alhasil, aku baru sampai dorm pukul 8.46. Rasa capai, dan senang bercampuk aduk.

Noah sukses buat Taoyuan sadar bahwa mereka banyak mempunyai teman Indonesia.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Brad · November 27, 2015 at 04:24

Selfie bareng Arielnya mana bro? 🙂

    Wahyu Alam · November 27, 2015 at 09:46

    Ngga sempat bang. Arielnya sibuk.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.