Makan Malam Bersama Profesor

Published by ALAM on

Nurwahyu Alamsyah and Tzu-Chuan Chou - wahyualam.com

Anson, It is oke if we are going to venue at 5.35pm? because I have to pray Maghrib first.

Aku minta izin ke Anson, teacher assistant, untuk sholat Maghrib terlebih dahulu sebelum berangkat. Anson adalah asisten Prof Chou yang punya nama asli Chen-Hao Huang. Aku sholat Maghrib di dalam laboratorium. Kugelar syal made in Bali, kemudian aku larut dalam kekhusyu’an sujud Maghrib di Senin sore.

Tepat pukul 5.35, kami mahasiswa Prof Chou dari Information Technology Management (ITM) Laboratorium meninggalkan lab. Kami pergi makan malam bersama untuk merayakan kelulusan tiga teman kami: Chen-Hao Huang, Guo Pei-Yi, dan Lin Ming Yi. Mereka adalah tiga mahasiswa yang spesial, karena bisa menyelesaikan Masternya dalam waktu tiga semester. Hari Jum’at (15/1) mereka resmi menyandang gelar Master, tiga hari kemudian dirayakan bersama-sama teman lab yang lain.

Aku menggunakan batik Madura berwarna kuning pemberian SMA Negeri 4 Bangkalan. Sengaja menggunakan batik untuk mengenalkan mahakarya leluhur Indonesia kepada teman-teman. Meski ada beberapa yang dari Eropa, Mongolia dan China Main Land, teman-teman di Lab lebih banyak yang berasal dari Taiwan.

Delapan orang mahasiswa meninggalkan kampus NTUST menggunakan bus dengan nomor 650. Kali ini aku manut saja mau dibawa kemana. Bis terus melaju. Aku jadi ingin tahu, restorannya ini ada di daerah mana. Penasaran aku buka Google Maps, ternyata bis bergerak ke arah selatan kampus.

Aku baru ingat, kalau rumah Prof Chou berada di arah selatan kampus. Bak seperti detektif, aku menyimpulkan Prof Chou sengaja memilih restoran di tempat ini, karena alasan dekat dengan rumahnya, juga ngga terlalu jauh dari kampus.

Tak lama kami sudah sampai di The Peng’s Agora Garden yang berada di daerah Xinbei, New Taipei City.

Kesan mewah langsung terasa ketika memasuki pintu masuk. Kami disambut dengan karpet merah, serasa menjadi bintang hollywood yang sedang berjalan menuju venue Oscar. Bedanya, ngga ada wartawan, fotografer atau fans yang memotret di sisi kanan dan kiri. Gedung ini sepi saat kami datang.

“Táiwān Kē Dà”

Anson menjawab ketika ditanya pelayan yang menyambut kami. Ia langsung menunjukkan venuenya.

Masuk ke bagian dalam The Peng’s Agora Garden, aku serasa sedang berada di dalam adegan film. Kami disambut bangunan megah. Bangunan ini berarsitektur Cina modern berpadu gaya romawi dengan balutan warna emas. Tiang-tiang yang menjulang tinggi menambah kesan klasik. Beberapa patung penjaga berseragam romawi berjejer di kanan dan kiri. Mereka seperti mengucapkan selamat datang kepada kami.

Kemegahan di dalamnya akan membuat siapa saja terperanjat ketika baru pertama kali datang ke tempat ini. Begitulah yang aku rasakan. Biarlah aku dikatakan katrok, la wong memang wong ndeso, wajar kalau plongah-plongoh masuk restoran mewah.

Sebenarnya gedung ini lebih pantas disebut convention hall yang biasa digunakan untuk tempat pernikahan atau pertemuan mahal. Namun di sepanjang lorong, aku melihat beberapa acara yang dikemas dengan makan bersama seperti di restoran. Acara santai dengan kemasan mewah.

Sepertinya berlebihan sekali aku ini ya, mungkin bagi orang yang biasa ke tempat mewah, melihat gedung seperti ini adalah hal biasa. Tapi bagiku, momen ini merupakan suatu kesempatan langka yang perlu diabadikan di blog.

Di salah satu ruangan paling besar, aku melihat butiran mutiara berterbangan di atas kepala pengunjung. Setelah dilihat dari dekat ternyata itu sinar laser. Telihat juga asap tipis memenuhi ruangan. Entah darimana asap itu, yang jelas asap tersebut tidak menyebabkan mata persih. Di dalam ruangan tersebut seperti sedang berlangsung pesta pernikahan.

Di sebelah gedung pernikahan itulah, Profesor memesan tempat untuk kami.

Tidak kalah menarik, meski tempat kami lebih kecil dari ruangan yang lain, namun tersedia kursi ratusan kursi di dalamnya. Arsitektur dan tema tempat makan kami bergaya gelap: hitam putih. Mulai dari kursi, meja, dinding, lantai, hingga seragam pelayannya berwarna gelap.

Aku kikuk. Mati gaya. Bingung mau mulai darimana. Aku ngikut saja. Being follower is a must for situation like this!

Di dalam ruangan, kami disambut Profesor yang sudah lebih dulu datang bersama beberapa mahasiswa Ph.D.

“That table for Ph.D students and seniors, you are junior, so you stay here.”

Profesor memesan dua meja. Satu meja untuk mahasiswa Ph.D dan mahasiswa yang sudah lulus. Satu meja lagi untuk kami para junior. Ia menjelaskan mengapa kami harus duduk di sini dan tidak satu meja dengan Profesor: karena kami masih junior.

“Alam, you are vegetarian, right?” Profesor menyapaku dengan hangat.

“Yes, Profesor.” Jawabku.

Tidak hanya aku, ia menyapa anak didiknya satu persatu. Ia begitu hangat menyambut kami. Meskipun ia tidak duduk satu meja bersama kami, tapi ia sering mondar-mandir ke meja kami. Ia memastikan semuanya mendapatkan pelayanan yang terbaik dari restoran.

Kemudian Profesor kembali menghampiri meja junior.

“Please join to there and bring your juice, I want to give congratulations and celebrate happy new year.”

Sekali lagi, aku manut wae. Kami diminta untuk membawa jus jeruk di meja kami, kemudian merapat ke meja utama, kami mengangkat gelas berada di depan muka kami.

“Happy graduation and happy new year!”

Profesor mengangkat gelasnya, memajukan sebentar, kemudian meminumnya. Hal serupa juga diikuti semua mahasiswanya.

Oh, ini lho yang namanya bersulang. Kami bersulang jarak jauh. Mungkin, inilah adalah pertama kalinya aku bersulang. Sedikit merasa aneh, tapi aku menghormati semua budaya dan tradisi di sini. Aku senyum-senyum sendiri dan ngga banyak protes. Aku manut wae!

Usai bersulang, kami kembali ke meja makan masing-masing. Satu per satu makanan dikeluarkan. Aku dan Zoe Lan diberi menu khusus, karena kami adalah vegetarian.

Sebagai appetizer, aku diberi salad yang terdiri dari banyak bahan. Hanya jagung, tomat, kismis dan kol yang aku tahu namanya. Sisanya entahlah itu apa namanya, yang jelas semuanya sayuran. Sebelum kami makan, Profesor memberi kami kue yang ia ambil dari tasnya. Ia mengatakan ini adalah salah satu kue yang sangat terkenal di Taiwan. Entah kue apa namanya.

Silahkan dimakan untuk starter. Begitulah kata Profesor Chou. Kue starter ini serupa dengan kacang yang diolah dengan gula jawa.

Kue starter habis, appetizer pun ludes dalam waktu singkat. Pelayan restoran mondar mandir, mengambil piring yang sudah kosong. Tidak lama, menu berikutnya disajikan. Habis, piring kosong diambil, lanjut ke menu berikutnya. Begitu saja seterusnya. Mulai dari appetizer, makanan utama, hingga dessert dan juga buah. Tak kurang ada 10 macam menu untuk satu kepala. Untuk minumannya, hanya dua macam: teh dan jus jeruk.

Aku tidak paham apa nama dari sepuluh jenis menu tersebut. Yang jelas tidak ada nasi. Semuanya sayuran, ikan, daging, ayam, kue dan buah. Buah adalah makanan penutup.

Kenyang? Lumayan.

Mungkin bagiku ini bukan makan malam, karena ngga ada nasi. Jadi kesannya ya cuma jajan saja di restoran ini. Karena bukanlah makan namanya, kalau ngga ada nasi. Dasar orang Madura! Hahaha.

Dua meja yang berisi mahasiswa lab ITM sibuk dengan makanannya. Suasana romantis hadir dengan adanya satu lilin di atas meja, alunan musik instrumental mendayu menentramkan hati dan pikiran.

Semua melepas canda dan tawa. Keterbatasan bahasa tak mengurangi keakraban kami. Di meja utama, kehangatan begitu terlihat, terutama dari ketiga teman lab yang sudah lulus. Sesekali Profesor pergi ke meja junior untuk menanyakan bagaimana makanannya, atau sekadar melepas guyonan kepada kami.

Menurutku ini momen yang pas. Waktu yang tepat menciptakan suasana kekeluargaan dan kehangatan dengan suasana mewah. Waktu dimana kami bisa tertawa lepas, usai bekerja keras untuk ujian akhir semester (final exams).

ITM Lab Dinner - NTUST - wahyualam.com

Aku menjadi sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga besar ini. Keluarga Prof Tzu-Chuan Chou. Profesor Lab ITM, advisor, sekaligus chairman department of Information Management di National Taiwan University of Science and Technology.

Terima kasih Prof Chou. 謝謝 你吃飯!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder