Memandangi Laut Cina Timur dari Bitou Cape Park

Published by ALAM on

Mari kita menikmati perjalanan ini. Apapun kondisinya, seperti apapun cuacanya, sedingin apapun hari ini, meski sekujur tubuh mulai basah, kami tak mempedulikan. Kami sudah sampai di ujung timur laut Taiwan. Tak ada waktu untuk berpikir terlalu panjang. Eratkan jaket, pasang syal and lets begin this trip!

Damn! Bis pun berhenti di halte Bitou. Angin kencang khas pesisir menyambut kedatangan kami. Udara dingin lantas dengan cepat menusuk hingga ke lapisan kulit. Butiran air hujan tersapu angin hingga menyapu apapun di depannya. Termasuk dua orang asing dan satu keluarga yang baru tiba ini.

Hanya kami dan satu keluarga yabg berhenti di halte Bitou. Setelah itu, bis yang kami tumpangi kosong dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Satu keluarga melebarkan payung dan menuju pelabuhan kecil. Kami masih bingung mau ke mana. Kami tidak tahu lokasi Bitou Cape Park yang kemarin kami dapatkan informasinya di Facebook teman.

Kami mengetahui dari mana kita harus memulai saat ditunjukkan keluarga tadi, arah menuju Bitou Cape Park berada di belakang kami.

nurwahyu alamsyah

Tak banyak aktivitas yang terlihat. Hanya lalu lalang kendaraan yang sesekali melintas. Tak terlihat turis lain yang datang, rasanya hanya kami berdua.

Mari kita menikmati perjalanan ini. Apapun kondisinya, seperti apapun cuacanya, sedingin apapun hari ini, meski sekujur tubuh mulai basah, kami tak mempedulikan. Kami sudah sampai di ujung timur laut Taiwan. Tak ada waktu untuk berpikir terlalu panjang. Eratkan jaket, pasang syal and lets begin this trip!

Kami berjalan cepat menghindari rintikan hujan yang semakin menjadi. Rambut mulai basah karena air hujan. Mata tidak hentinya memandang suasan di sekitar. Suasana terlihat begitu indah. Sayang jika tidak diabadikan.

Satu, dua, tiga…

Foto demi foto tersimpan di ponsel. Usai berfoto di depan terowongan, kami melanjutkan perjalanan ke atas. Tidak ada sign atau petunjuk apapun. Kami hanya menerka saja.

Sejauh mata memandang, gugusan perbukitan yang biru terlihat begitu anggun. Eits, sebentar, perbukitan hijau maksudnya. Perbukitan terlihat berlapis, yang terdekat berwarna hijau, yang berada di belakangnya berwarna lebih gelap. Semakin indah dengan tambahan kabut yang menggelayut di atasnya. Itulah kondisi di sebelah timur. Di sebelah barang, hamparan laut Cina Timur membentang menyempurnakan pemandangan berpadu dengan perbukitan.

Langkah kami membawa ke pintu gerbang Bituo Cape Park. Pintu gerbang ini berada di depan Bitou elementary school. Inilah SD paling keren yang pernah aku lihat.

sd di bitou

Aku jadi bisa membayangkan betapa bahagianya siswa yang belajar di sini. Begitu keluar kelas, gugusan perbukitan yang indah menjadi lukisan yang setiap hari mereka lihat. Jika ingin ke bagian bekalang sekolah, maka hamparan luas laut Cina timur tersaji begitu saja. Jika bosan suasana di perpustakaan, bisa membawa dan membaca buku ke atas taman Bitou Cape Park. Jika ingin makan di kantin, bisa memilih menghadap perbukitan atau menghadap hamparan laut.

Usai melihat kondisi sekolah, kami langsung menaiki satu per satu tangga. Kami sudah bertemu dengan trek yang sudah dibangun untuk pengunjung Bitou Cape Park. Peta yang dipasang di pintu masuk memudahkan turis mengetahui ada apa saja di Bitou Cape Park ini.

wahyu alam bitou

Begitu naik ke atas tangga. Aku langsung berhadapan dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Aku hirup napas panjang dan mencoba rileks. Menghantarkan semua tugas kuliah, paper, dan tesis ke udara agar disampaikan ke lautan dan perbukitan. Sepanjang mata melihat, tak ada pengunjung lain. Mungkin karena lokasi yang tidak mudah diakses, juga karena cuaca hujan. Benar-benar serasa mejadi tebing pribadi.

Maka, nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan!

Suara deburan ombak di bawah menghadirkan relaksasi tersendiri, seperti alunan melodi indah yang masuk ke dalam sumbu-sumbu otak, membuat semuanya terasa lebih segar dan menentramkan jiwa. Hanya satu yang disayangkan, kamu ngga ada di sini. Iya, kamu, cinta. <3

bitou cape park

Hijaunya perbukitan, tumbuhan yang basah, deburan ombak yang menghantam bebatuan, rintikan tipis hujan, sepinya suasana adalah perpaduan yang sempurna. Kami terus berjalan menyusuri setiap batu bata hitam.

Sekali lagi, nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan!

Tujuan kami selanjutnya adalah tempat berteduh untuk makan.

Menurut peta di pintu masuk, ada beberapa pondok yang bisa digunakan untuk berteduh. Sayang kondisi gerimis dan angin yang kencang membuat semua pondok basah. Tak ada satu tempat pun yang bisa digunakan untuk makan.

nurwahyu alamsyah saide

Kami berniat menuntaskan semua rute taman ini. Tak terhitung berapa kali kami mengambil gambar. Hingga akhirnya kami sampai di suatu titik dimana kami tidak boleh memasuki area terlarang. Sepertinya kami berada di kawasan militer Taiwan.

Tapi di depan kawasan militer tersebut, terdapat tangga yang menuju ke puncak bukit. Itulah bukit Bitou yang terkenal dan banyak terpajang di dunia maya. Jika dilihat di internet, tempat ini sepintas bisa menjadi ‘mini tembok Cina’.

wahyu alam

Jalan setapak di tengah hijaunya perbukitan adalah daya tarik utamanya. Terlihat dari bawah, pembatas jalan setapaknya meliuk mengikuti tekstur perbukitan.

Kami harus ke atas jika ingin mengambil gambar seperti apa yang ada di internet. Namun, kami harus berpikir berkali lipat untuk naik ke atas.

Suasana di tempat kami berdiri saja, sudah sangat berbeda dengan saat berada di SD. Angin bertiup begitu kencang. Jika tidak ada bangunan buatan militer ini, maka tidak ada yang melindungi kami dari angin.

Kami mencoba untuk melangkah ke atas, dua tangga saja. Kami langsung merasa bergoyang mempertahankan dorongan angin yang begitu kuat dengan tambahan rintikan hujan yang tajam.

Angin bertiup sangat kencang disertai air hujan yang jatuh horizontal tersapu angin. Belum lagi air hujan yang tersapu kencangnya angin seperti menyerang permukaan wajah dan bisa masuk ke telinga. Ini baru di bawah, bagaimana jika naik ke atas. Terlihat rumput bergoyang dengan cepat. Sangat beresiko. Bisa jadi kami terbang tersapu angin kencang dan jatuh ke jurang. Ini bukan badai seperti di dataran tinggi, tetapi badai yang bercampur dengan angin laut dan hujan yang tipis.

Kami tetap ingin berusaha naik ke atas, bagaimanapun, kami sudah sampai di titik ini. Tinggal selangkah lagi, maka kami bisa melihat ‘mini tembok Cina’.

Tetapi kami tidak membawa peralatan pengamanan. Daripada kami tidak bisa kembali ke bawah, kami putuskan untuk membatalkan ke atas. Sangat beresiko.

Terkadang, kita perlu mengerti bagaimana kehendak alam. Bukan menantang dan sok kuat menghadapi keganasannya. Jika alam sudah tidak bersahabat, maka bencanalah yang akan didapat.

Dengan rasa sedikit kecewa, kami turun dan kembali ke SD untuk menyantap makan siang yang telat di sana.

Kami mencari tempat yang bagus untuk makan. Sedikit terhindar dari angin dan dapat memandangi indahnya laut Cina timur dari belakang sekolahan. Nasi sarden yang kami bawa dari kampus menjadi santapan yang begitu istimewa. Tempat makan paling indah dan paling ekstrem. Sekali lagi, sayang tidak ada kamu di sini. Iya kamu. <3

wahyualam.com

Bitou sudah menyajikan keindahannya. Meski belum bisa sampai ke puncak, kami berharap bisa kembali untuk menuntaskan perjalanan yang belum berhasil.

Tunggu kedatangan kami lagi, Bitou. Di musim panas nanti. Percayalah!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

asihreogpunya · April 1, 2016 at 20:20

kakak ini alamatnya dimana… dari taipei main station naik ap????

    ALAM · April 2, 2016 at 21:22

    Ini letaknya di ujung timur Taiwan. Dekat dengan Riufang. Jadi kalau dari TMS ya harus naik TRA ke arah Riufang. Nah sudah dekat kalau sudah sampai itu.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.