Menjamah Keramahan Pulau Merah

Published by ALAM on

Keluarga Beny begitu hangat melayani sekawanan empat belas mahasiswa pengejar gelas magister. Nasi pecel menyambut kami di hari Sabtu pagi. Meski aku baru tidur jam dua pagi, tak mengurangi rasa semangatku memulai petualangan hari ini. Aku ngga terlalu mempedulikan itinerary yang dibuat Beny sebagai tour leader kali ini. Bagiku semuanya menarik jika berhubungan Bali dan Banyuwangi.

Dan jadwal hari ini adalah eksplorasi Banyuwangi dan bermalam di sana. Ngga lama cukup semalam saja.

Usai berfoto bersama di depan rumah Beny, mobil Avanza dengan pilot Beny dan Innova dengan pilot Rahmad Trialih meluncur menuju pelabuhan Gili Manuk.

Udara di pagi itu begitu sejuk. Matahari tertutup awan tebal. Hijaunya Banyuwangi terlihat dari kejauhan. Awan di langit Gilimanuk berjalan perlahan seperti putri kerajaan Blambangan. Kami harus menyeberangi selat Bali selama kurang lebih satu jam menggunakan kapal Ferry.

Selama berada di atas kapal, kami menikmati suasana sejuknya udara pelabuhan yang dikelilingi pengunungan. Hembusan angin laut menyapu siapa saja yang berada di luar kapal. Maksud hati aku ingin memandangi selat Bali dan hijaunya Banyuwangi dari kejauhan, namun karena di luar angin berhembus kencang, aku memutuskan untuk masuk ke ruang penumpang.

Pagi itu tidak terlalu ramai. Banyak kursi yang masih kosong. Sambil menunggu waktu luang, kami bercerita ria dengan topik yang ngga jelas. Sampai ada tukang pijat yang menawarkan jasanya. Setelah terjadi tawar menawar, Arista, teman dari Surabaya menjadi peserta pertama yang dipijat. Setelahnya, aku mencoba jasa tukang pijat ini. Cukup dua puluh ribu rupiah saja, kakiku lebih enak dan enteng. Siap melakukan perjalanan panjang hari ini.

Tawa canda menjadi cerita indah di penghujung bulan Mei, di atas Ferry, melintasi selat Bali.

Pukul sepuluh lewat dua puluh menit kami melanjutkan perjalanan menuju ke selatan Banyuwangi. Tepatnya di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.

Suasana perjalanan ke pulau Merah cukup lama dari Pelabuhan. Kami sempat berhenti di masjid untuk menunaikan Sholat Dhuzur dan melanjutkan perjalanan lagi menyusuri perumahan warga Banyuwangi. Entah sudah berapa desa dan kecamatan yang kami lewati. Mobil terus berjalan menyusuri jalanan kota The Sunrise of Java ini. Hujan lebat sempat menghiasi perjalanan menuju Pulau Merah. Aku hanya bisa berdoa. Berharap semoga saat di pantai nanti tidak turun hujan dan kami dapat melihat Sunset. Itu harapanku saat berada di dalam mobil Innovanya Rahmad Trialih.

Setelah sempat tertidur beberapa kali, menghabiskan beberapa bungkus camilan hingga mengocok perut teman-teman dengan candaan gila di mobil, kami akhirnya melihat papan bertuliskan Pulau Merah 1 Km Lagi. Papan peringatan berwarna merah ini mudah ditemui di sepanjang jalan. Jadi tak perlu lagi turun bertanya ke GPS asli atau GPS (Gunakan Penduduk Sekitar).

Butuh waktu sekitar lebih dari empat jam untuk sampai di Pulau Merah. Hingga akhirnya sekumpulan pohon kelapa yang menjulang menyambut kedatangan kami. Aku langsung melepas headset di telinga dan meloncat dari mobil. Aku melangkahkan kaki ke arah pantai. Menghirup udara segarnya. Melihat pemandangan di sekitarnya, dan kudengarkan deburan ombak. Seolah tersenyum menyambut kedatangan kami.

Aku melangkahkan kaki hingga disambut air laut memberikan sensasi tersendiri. Hamparan pasir putih di depan mata. Dari kanan hingga kiri. Terlihat di bibir pantai tumbuh berderet pohon pandan laut. Kami beruntung tidak hujan. Cuaca saat itu mendung. Matahari masih bersembunyi di balik awan gelap yang menaungi pegunungan hijau.

Teronggok bukit yang menjorok ke laut. Sepintas bukit tersebut pasirnya berwarna merah. Itulah yang disebut dengan Pulau Merah. Jaraknya cukup jauh dari pantai yang sedang kami tempati. Nama Pulau Merah sebelumnya adalah Pantai Ringin Pitu. Pergantian namanya menjadi Pulau Merah didasari dua versi. Ada yang mengatakan karena warna tanah dan pasirnya yang kemerahan dari pulau setinggi 200 meter itu. Sebagian lagi menyebutkan, konon dari Pulau Merah yang ada di hadapan pantainya (sekira 100 meter) itu dahulunya pernah terpancar cahaya merah sehingga warga sekitar menamainya Pulau Merah.

Kasur pantai yang sudah dilengkapi payung banyak tersedia. Cukup membayar tiga puluh ribu kita bisa pakai sepuasnya. Kami tidak menggunakannya untuk berbaring di atas kasur tersebut, melainkan hanya sebagai tempat menyimpan tas, jaket dan sepatu.

Rasanya ngga salah jika pantai ini disebut tandingannya Pantai Kuta. Mirip sekali suasananya. Hanya saja di sini tidak terlalu banyak turis yang berkeliaran. Masih terlihat satu-dua saja turis mancanegara yang tidur menikmati eloknya pemandangan Indonesia.

Semakin sore deburan ombak semakin membesar. Hal ini sepertinya yang ditunggu oleh para peselancar. Aku melihat dua peselencar mulai berenang ke tengah laut. Kemudian mereka melakukan aksinya di pantai ini. Ombaknya yang besar, menjadikan pantai di Pulau Merah ini pernah menjadi tempat Internasional Surfing Competition bulai Mei 2014 yang diadakan pemerintah kabupaten Banyuwangi .

Di sekitar pantai, terdapat banyak informasi tentang penginapan sederhana. Selain itu jika kehausan cukup beli kelapa muda yang banyak warga jual di bibir pantai. Cukup membayar sepuluh ribu anda sudah dapat merasakan air kelapa muda di bibir pantai. Begitu nikmatnya hidup ini.

pulau merah

Sudah tak terhitung lagi berapa foto yang kami ambil. Mulai dari gaya serius, levitasi, gila, hingga bergaya ala petugas hotel sudah dilakukan. Sekarang waktunya aku lebih intim lagi dengan suasana alam Pulau Merah.

Aku mulai tarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkan perlahan. Sambil berjalan pelan ke bibir laut. Menjauh dari teman-teman merasakan sejuknya udarai. Aku duduk dan menyatu dengan pasir, mataku memandang laut Jawa. Menyisiri pemandangan dari barat ke timur. Melepaskan kepengatan aktivitas hectic beberapa hari lalu. Lalu aku coba memejamkan mata merasakan semuanya. Suara deburan ombak memberikan relaksasi tersendiri. Beginilah hal yang selalu aku tunggu. Menyatu dengan alam dan menikmati semuanya yang tersaji di depan mata.

Pulau Merah. Destinasi baru di selatan Pulau Jawa. Berada menjadi satu kesatuan dalam The Sunrise of Java.

Bagaimana tertarik ke Pulau Merah, bloggers?


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Fahmi (catperku) · June 10, 2015 at 17:03

Namanya pulau merah, tapi warnanya enggak merah ya? 😀 Tapi pantainya emang cakep sih~~ kayak pantai kuta 😀 Ini di banyuwangi kan?

    Wahyu Alam · June 18, 2015 at 10:22

    Yes, ini Banyuwangi. Pantai Kutanya Banyuwangi. 😀

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.