Merasakan Kebhinekaan di Surabaya Vaganza

Published by ALAM on

725 tahun yang lalu, tanggal 31 Mei, lahirlah suatu kota di ujung timur laut pulau Jawa. Kota ini dahulunya adalah gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan Majapahit dari arah lautan. Kota ini juga lah yang menjadi lokasi salah satu pertempuran dahsyat di Indonesia pada 10 Nopember 1945.

Benar, kota ini bernama Kota Surabaya. Bukan sekadar kota pahlawan. Kota ini sekarang bertransformasi menjadi kota hijau. Jika kalian terakhir berkunjung ke Surabaya sepuluh tahun lalu, maka datanglah kembali ke Surabaya. Rasakan perbedaannya.

Darimanapun kalian masuk, dari arah barat, selatan ataupun utara. Kesan asri akan begitu terasa begitu memasuki daerah ujung timur pulau Jawa ini. Kesan Surabaya panas sekarang perlahan menghilang perlahan.

Perjalanan panjang 725 tahun kota Surabaya dirayakan dengan berbagai gelaran yang menghibur masyarakat Surabaya. Salah satunya adalah Surabaya Vaganza 2018. Tahun lalu, acara ini bernama Parade Bunga dan Budaya 2017. Pemerintah Kota Surabaya mengubah nama acara menjadi Surabaya Vaganza agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sektor wisata, sehingga pihak perhotelan dan restoran di Surabaya juga ikut mempromosikan agenda serta masuk dalam promo hotel dan restoran di Surabaya.

Acara ini diadakan pada Minggu, 6 Mei 2018 dan dimulai jam 8 pagi di depan Bappeprov dan finish di Taman Bungkul. Peserta terdiri dari 83 peserta dengan rincian untuk mobil hias sebanyak 41 peserta dan parade budaya 42 peserta. Mereka berasal dari berbagai daerah, di antaranya Nias, Minang, Lampung, Bali, Bogor, Papua, India, Maluku Barat Daya, Tapanuli, Sulawesi Selatan, NTT dan Konjen Jepang.

“Tidak boleh kenal kata menyerah,
tidak boleh gampang putus asa,
tidak boleh lari kalau ada masalah.
Yang boleh, kita hadapi bersama
dan bersama menyelesaikan,”

~ Petikan sambutan Bu Risma saat melepas peserta parade di depan Tugu Pahlawan.

Parade pertama yang berangkat adalah pasukan paskibrakan Kota Surabaya, kemudian disusul oleh drumband dari beberapa akademi militer, hingga parada lintas budaya dan parade bunga. Tak hanya itu, parade semakin meriah dengan tabuh genderang dari Drum Band persembahan SMPN 1 Surabaya yang sempat menjadi juara nasional. Surabaya Vaganza tahun ini pun diikuti oleh beberapa Perguruan Tinggi, Perusahaan, perwakilan OPD, hingga beberapa komunitas baik di Surabaya maupun luar Surabaya.

Selfie di tengah kontingen Pramuka yang ikut dalam parade.

Bagiku acara ini merupakan gambaran Indonesia dalam skala kecil. Kebhinekaan begitu terasa di acara ini. Semua unsur Indonesia ada di dalam acara ini. Seolah Surabaya ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa ada keberagaman yang luar biasa di Kota Surabaya.  Ada yang dari etnis India, China, suku Kalimantan, hingga Papua. Pantas saja, warga Surabaya memadati sepanjang 6.6 KM, mulai dari Monumen Tugu Pahlawan-Jalan Kramat Gantung, Jalan Gemblongan, Jalan Tunjungan, Jalan Gubernur Suryo, Jalan Panglima Sudirman, Urip Sumoharjo Jalan Darmo dan finish di Taman Bungkul.

Posisi yang pas untuk menyaksikan parade ini adalah di kawasan Siola. Karena kita dapat menyaksikan dari bawah juga dari atas jembatan penghubung ke Coworking Space Koridor. Aku larut dalam kebahagiaan bersama warga Surabaya. Mereka nampak antusias dalam menyambut peserta parade. Kebanyakan membawa anak-anaknya untuk turut serta. Tak hanya itu, mereka pun berdesakan ingin mengabadikan momen yang digelar satu tahun sekali ini. Tak bisa dipungkiri, wajah mereka terlihat begitu bahagia menyaksikan parade di hari jadi kota mereka.

Aku sempat termenung sesaat, bagaimana ya persiapannya, berapa macam bunga yang dipakai dalam satu mobil hias, butuh berapa lama untuk menghias hingga sekeren itu, perlu anggaran berapa ya untuk membuat parade seperti ini, hingga aku baru paham makna gotong-royong atau kerjasama yang disebutkan Bu Risma saat pelepasan parade.

Semua talent yang terlibat pastinya akan berlatih terlebih dahulu sebelum acara, disitu letak gotong royong berada. Mulai dari paskibraka hingga pertunjukkan drumband. Semua panitia yang terlihat pastinya perlu kerja sama yang kompak, disitu letak gotong royong berada. Karena panitia terlihat saat siap dan acaranya tertata begitu rapi. Sampai-sampai di Jembatan Siola pun ada penjaganya. Penjaga tersebut bertugas untuk menjaga tanaman yang berada di sana. Aku melihat saat ada fotografer yang diperingatkan untuk tidak menginjak gambar saat mengambil gambar. Begitu juga dengan semua mobil yang hias, pasti memerlukan gotong royong untuk mewujudkannya.

Sederhananya: Surabaya Vaganza 2018 bukan sekadar event bertaraf internasional, namun juga mengajarkan warganya bagaimana bergotong-royong dengan baik.

Aku yakin, gedung-gedung tua di sepanjang jalan Tunjungan ini pun ikut tersenyum. Mungkin jika gedung-gedung itu dapat berbicara maka mereka akan mengucapkan:

Surabaya, aku bangga menjadi bagian sejarah panjang perjalananmu. Aku bangga menjadi saksi bahwa telah banyak kisah terjadi di sini, mulai dari masa kolonial hingga kisah heroik penyobekan bendera Belanda menjadi Sang Saka Merah Putih. Kini engkau semakin hari semakin cantik. Teruslah berbenah Surabaya, tak perlu kau jemawa dengan banyaknya penghargaan yang datang. Teruslah membahagiakan masyarakatmu. Karena mereka semua adalah titisan pahlawan yang begitu berjasa akan keutuhanmu, Surabaya.

Selamat ulang tahun, Surabaya!

Berkas:Peta soerabaja 1897.jpg

Peta Surabaya dari buku panduan perjalanan dari Inggris tahun 1897. (Wikipedia)


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

joecandra18 · May 9, 2018 at 23:55

wow keren banget acaranya gan, benar2 bhinneka tunggal ika-nya kerasa banget yah hehhe

Leave a Reply

Avatar placeholder