Puisi untuk Chiang Kai-Shek

Published by ALAM on

Minggu yang cerah. Aku berjalan kaki menuju pintu masuk 2 stasiun Gongguan (National Taiwan University). Tepat pukul 8.30 aku ikut MRT jalur hijau ke Songshan, tertulis 2 menit 30 detik lagi MRT akan datang. Kita buktikan!

Jika ikut MRT di Taiwan kita harus perhatikan warna jalurnya dan nama tempat paling akhir di jalur tersebut. Karena kalau sudah di platform MRT, yang ada hanya nama stasiun dimana kita berada dan nama stasiun tujuan akhir MRT.

Contoh, semisal aku dari kecamatan Kamal berniat pergi ke kecamatan Blega, maka aku harus ikut MRT tujuan Pamekasan. Di platform ngga bakal ada tulisan Blega, yang ada hanya tulisan Kamal dan Pamekasan. Stasiun awal dan stasiun tujuan akhir.

Tepat. 2 menit 30 detik kereta datang. Sinar lampu terbias dari lorong hitam. Lampu merah pembatas berkedip-kedip memberikan peringatan. Sekian detik kemudian pintu terbuka. Aku masuk dengan telinga terpasang headset.

Tujuanku kali ini adalah CKS (Chiang Kai-Shek) Memorial Hall, maka dari stasiun Gongguan, aku harus naik MRT jurusan Shongsan. Jam tanganku menunjukkan waktu 8.42 saat aku sampai di stasiun Chiang Kai-Shek.

Dari stasiun CKS Memorial Hall, aku tidak bingung, karena sudah ada arah kemana kaki ini harus melangkah. Menurut papan petunjuk, aku harus keluar di pintu Exit 5 di sebelah kiri jika ingin langsung menuju CKS Memorial Hall.

Aku melewati beberapa lorong. Salah satu yang membuatku terhenti, ada pameran lukisan anak-anak menjelang pintu keluar. Masih tetap ada hasil kesenian di fasilitas publik seperti ini.

Jika sudah menaiki eskalator lebih tinggi dari biasanya, itu artinya eskalator terakhir di stasiun MRT. Benar saja, aku sudah sampai di kawasan CKS Memorial Hall. Indikator itu terlihat dari banyaknya pemuda yang berkumpul dan lalu lalang.

Seperti biasa, papan tourist information selalu dapat diandalkan seperti ini. Saat aku melangkah mendekati papan tersebut, beberapa gedung di kompleks CKS Memorial Hall sudah terlihat. Setelah keluar dari pintu Exit 5, cukup menoleh ke kanan, kawasan wisata ini akan terlihat. Seperti mengintip, gedung-gedung itu terlihat dari balik kaca pintu Exit stasiun MRT.

Aku batal membaca papan tourist information, karena tempat yang aku cari sudah terlihat. Aku disambut National Theater dan National Concert Hall.

Ngga musti disuruh, aku mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan beberapa sudut ornamennya. Tentu untuk menambah koleksi foto arsitektur di instagram.

Setelahnya aku berjalan perjalan menuju Main Hall, di tengah terik mentari pagi yang menyilaukan mata, aku membacakan satu puisi untuk Chiang Kai-Shek:

Chiang Kai-Shek, aku datang.
Lelaki dari Madura kini menginjak tanah negerimu.
Terima kasih atas perjuanganmu.
Kini kami dapat menikmati kecantikan Taiwan.
Di tengah terik Matahari yang cerah.
Aku melangkahkan kaki menemuimu.
Meskipun kamu membisu,
Tapi setidaknya, aku bisa melihatmu dari dekat.
Maaf, aku lupa ngga bawa oleh-oleh dari Madura.
Mohon izin, aku mau belajar di tempatmu.
Aku singgah dan hidup di tanah negerimu.
Iya, aku tahu. Kamu pasti senang melihat negerimu ramai.
Ramai dikunjungi turis. Untuk bekerja, berlibur ataupun belajar.
Kapan-kapan mainlah ke Madura, duhai Chiang Kai-Shek!

***

Seperti aku sedang beruntung, aku datang tepat pada saat upacara pagi pembukaan gedung. Pintu pelan-pelan terbuka, pelan-pelan patung raksasa sang Raja terlihat. Beberapa tentara melakukan upacara penghormatan. Aku dan turis menikmati prosesi upacara pembukaan. Tak lupa aku mengabadikannya dalam bentuk video.

Karena aku sendirian, aku berfoto dengan bantuan tongsis. Ngga puas, aku minta bantuan pengunjung lain. Dan hasilnya: ngeblur! Baiklah, foto sendiri pakai tongsis saja kalau begitu.

Kawasan Chiang Kai-Shek Memorial Hall adalah tempat wisata wajib di Taipei. Banyak turis lokal dan internasional mengunjungi tempat ini di akhir  pekan. Selain karena gratis dan buka setiap hari, tempat ini sangat menarik. Konsepnya seperti taman seluas lebih dari 25 hektar. Di dalam area ini terdapat dua kolam ikan yang indah, yaitu Yunhan dan Guanhua Ponds. Setiap kolam dilengkapi dengan jembatan, bukit dan air terjun buatan.  

chiang kai-shek wahyualam

Kawasan ini sudah dirancang sedemikian rupa. Air hujan yang membasahi kawasan ini akan diarahkan ke danau buatan yang berada di sisi selatan. Taman-taman nan hijau terlihat dari berbagai sisi. Jika cuaca sedang cerah, jangan lupa bawa kacamata hitam, payung atau topi, kawasan ini merupakan kawasan terbuka. Lumayan terbakar jika panas menyengat dan sulit mencari tempat berteduh jika hujan.

Lebih bagus jika berkunjung sore hari, karena saat itulah matahari tepat menyinari gedung main hall yang begitu khas, sehingga terlihat lebih jelas di sore hari, berbeda dengan pagi hari yang backlight karena sinar mentari pagi dari belakang.

Aku pergi ke area taman. Aku membaca buku pertama Mohammad Hatta di trilogi Untuk Negeriku. Aku membuka bungkus plastiknya disaksikan beberapa tupai yang bergembira meloncat-loncat di sekitarku.

Matahari sudah berada di atas kepala. Tidak terasa hari sudah siang. Aku kembali ke dormitory untuk menunaikan sholat Dhuzur dan ibadah makan siang.

Lihat Galeri Foto:

Chiang Kai-Shek Memorial Hall


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Fahmi (catperku) · October 27, 2015 at 14:31

taiwan seru juga ya mas wahyu buat di eksplore? Semoga nanti saya juga bisa main-main ke taiwan 😀

    Wahyu Alam · October 27, 2015 at 14:35

    Kalau Jepang terlalu mahal, kalau Cina tak lagi menarik, Taiwan akan memberikan kombinasi keduanya, bahkan sedikit sentuhan Eropa juga terasa. Kalau mau belajar bahasa Cina yg masih asli ternyata di Taiwan tempatnya, bukan di Cina. Karena kalau di Cina itu sudah bahasa simple Mandarin. Katanya.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.