Pulang Kampung (Lagi)

Published by ALAM on

Madura basah, dari Bangkalan sampai Pamekasan beberapa bagian terlihat masih basah dengan air hujan yang turun membasahi “bumi garam”. Acara #BisnisMaduraGoOnlinemembawaku harus keliling tiga kabupaten. Kali ini giliran Pamekasan. Kabupaten yang menyimpan banyak kisah, aku pernah tinggal di kabupaten ini selama 27 hari. Tidak lama, tapi kenangannya tetap masih terbang di depan kepala. Aku ngga bisa melupakan. Bukan arek lancor, bukan pantai Jumiang bukan api tak kunjung padam yang aku ingat. Tetapi sebuah desa kecil empat dusun di kecamatan Proppo: Rangperang Laok.

Desa ini ngga terlalu istimewa sebenarnya, bahkan penyebutannya sering salah dengan kecamatan Rangpenang di Sampang. Orang-orang lebih mengenal Rangpenang daripada Rangperang Laok. Kaos yang aku buat adalah untuk mengenalkan lebih Rangperang Laok. Bahkan catatan selama KKN sudah aku cetak dalam bentuk buku, meski melalui self publishing.

Kembali ke desa ini selalu memberi kesan luar biasa bagiku. Ternyata ikatan keluarga itu mempunyai kekuatan magis yang aku ngga mengerti apa namanya. Saat bersama enam orang dari Plat-M menuju Rangperang Laok, saat masih diperjalanan, aku tidak merasa seperti pergi ke tempat asing. Aku merasa kembali ke rumahku. Aku merasa jalan ini tidak asing bagiku, aku merasa ini rumahku, ini rumahku, rumah keduaku!

Apakah aku berlebihan? Tidak! Aku ngga peduli jika disebut berlebihan. Kisah 139 lembar halaman buku Rangperang Laok sudah menjadi bukti bahwa aku tidak berlebihan.

Sabtu (8/12), 10 bulan dari masa KKN, untuk ketiga kalinya, aku datang ke desa ini. aku kembali ke desa yang begitu spesial di mataku dan teman-teman kelompok 14. Aku datang selain ada acara #BisnisMaduraGoOnline keesokan harinya, juga silahturahmi ke pak Klebun Rangperang Laok yang baru datang dari tanah suci Mekkah. Orang-orang Madura selalu menyebutkan asehera atau kalau di Pamekasan disebut ziarah. Apapun namanya, aku mau bersilahturahmi ke tempat yang pernah aku tinggali selama 27 hari itu.

Kami disambut oleh sebuah plang khusus yang berisi ucapan selamat datang kepada H. Achmad Fadili Toha dan Hj. Siti Aisyah. Pasangan pak Klebun dan bu Klebun. Kediaman beliau dihias seperti kebiasan masyarakat Madura jika tiba dari tanah suci Mekkah. Banner besar tertempel di salah satu tembok. Nama Mekkah dan nama Madinah terbuat dari gabus terpampang di sudut tembok yang lain. Karpet khas Timur Tengah terhampar begitu saja. Tentu saja, suguhan kurma sudah ada dan siap di teras rumahnya. Robert panggilan untuk Fahri, keponakan klebun. Umurnya masih sekitar 3-4 tahun. Sekarang masih belajar di PAUD yang berada di depan kediaman Klebun. Anak berambut lurus ini, langsung


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder