Remas Al-Kabir, Bebek Sinjay Hingga Stadion Gelora Bangkalan

Published by ALAM on

remas Al-kabir di sinjayAgenda rutin bagi Remas Al-Kabir tidak hanya pada malam terakhir taraweh dan tadarus. Tetapi juga pada hari terakhir Ramadhan. Kami selalu berusaha sekuat tenaga untuk tidak memutuskan acara rutin setiap tahun ini. Yaitu buka bersama di hari terakhir Ramadhan. Benar, kami berbuka puasa terakhir bagi siapa saja. Karena esok hari sudah Idul Fitri, itu artinya usai berbuka puasa, gema takbir akan menggema seantero jagad raya.

Hari terakhir dipilih, biasanya hari terakhir Ramadhan adalah hari libur bagi pekerja kantoran. Semua anggota remas Al-Kabir yang bekerja bisa menghadiri acara. Ada Toni yang bekerja di kantor dekat Perak, Sahrul yang mengarungi Suramadu setiap hari demi sebongkah berlian, begitu juga Een, petugas kampus Universitas Trunojoyo Madura, belum lagi pejabat Bangkalan: Nong Ipen. Hanya Aku dan Fendi yang selalu bisa kapan saja. Sedang Harun dan Parman tidak bisa ikut karena bertugas menjaga stabilitas Masjid Al-Kabir. Harun bertugas mengumandangkan Adzan saat Maghrib. Suaranya mengalun merdu di langit Desa Kebun Labang Laok, sedangkan Parman harus memimpin Remas kecil untuk bertakbiran. Parman juga lah yang sering membangunkan warga saat Sahur. Ia juga rajin menyiarkan perhitungan waktu mundur waktu Imsyak. Suaranya menggaung melalui speaker TOA saat waktu Sahur. Begitu khas.

Beberapa anggota Remas yang sudah berkeluarga, kini tak bisa lagi ikut. Madoel, Ipen, dan Nardi adalah anggota yang lebih memilih berbuka puasa bersama keluarganya. Berbeda dengan Nuno dan Nong, meski sudah berkeluarga, mereka sok muda dan datang bergabung bersama kami. Satu lagi, Udin, santri yang sekaligus cucu Kyai besar desa Kebun tidak bisa gabung. Ia harus menjaga adiknya yang sedang sakit. Raganya memang menjaga adiknya, tetapi jiwa dan pikirannya bersama kami. Momen berbuka puasa memang selalu dinantinya. Ia tak akan bisa berkumpul bersama-sama, jika Ramadhan usai. Ia harus kembali menuntut ilmu di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil.

Warung bebek Sinjay kami pilih sebagai tempat berbuka puasa tahun ini. Selain murah, keberadaan Mushola dan luasnya tempat menjadi pertimbangan kami.

Delapan anggota Remas Al-Kabir berkumpul. Terdiri dari pekerja kantoran, santri, mahasiswa hingga guru menjadi satu meja. Seporsi bebek sinjay yang pedas ludes dilahap. Usai sholat kami ngobrol sebentar sebelum berpindah ke lokasi kedua. Tak lupa kami berfoto bersama. Ponsel baru mengabadikan momen kebersamaan kami.

remas al kabir di stadion gelora bangkalan

Seperti biasa, usai berbuka puasa dan sholat Maghrib. Kami berpindah ke tempat kedua untuk sekadar duduk dan minum kopi. Adalah Stadion Gelora Bangkalan yang menjadi lokasi. Selain tempatnya outdoor yang luas, pedagang kopi yang berjejer di pinggir jalan menjadi pertimbangan kami. Semacam cara untuk menurunkan makanan yang masih ada di tenggorokan.

Bom-bom, teman kami yang baru datang bekerja dari Surabaya ikut bergabung. Meski harus mengalahkan rasa capai dan jarak yang jauh. Demi kebersamaan, ia rela datang dan menikmati segelas susu panas.

Pelan-pelan suara takbir telah terdengar. Hari sudah malam. Kami harus kembali ke rumah. Takbiran juga membayar Zakat Fitrah.

Selamat tinggal Ramadhan. Terima kasih atas beberapa momen kebersamaan. Sampai jumpa tahun depan!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder