Selasa Pagi di NTNU

Published by ALAM on

wahyualam.com - NTNU Saide

Saide, kawanku dari Riau berpose di depan gedung NTNU

Selasa artinya hari untuk National Taiwan Normal University (NTNU). Aku dan Saide mengambil dua mata kuliah di kampus tersebut. Technology Marketing dan Research Methods on Human Resource Development. Sampai sore, kami akan berada di lingkungan kampus NTNU.

Sebelum jam 9, kami sudah melangkah dari dormitory kampus NTUST.

YouBike mengantarkan kami menyusuri kampus NTU menuju Section 3 Xingshen Rd. Kami berpacu dengan matahari pagi. Sebelum sampai ke Taipei Grand Mosque, kita belok ke arah barat menyusuri setiap inchi jalanan Section 1 Heping E Rd. Kami melebur dengan kesibukan kota Taipei.

Aku suka materi kuliah Technology Marketing. Silabusnya dirancang untuk ‘memaksa’ mahasiswa aktif. Selain itu, ruang kuliah mirip seperti gedung sidang DPR/MPR, memberikan kesan berbeda. Aku merasa sedang mengikuti sidang DPR/MPR, karena adanya microphone desk stand di setiap mejanya. Ah, mungkin aku saja yang katrok. Ngga pernah lihat ruangan begitu.

wahyualam.com - NTNU and technology marketing class

Saat group presentation

Metode pengajaran mata kuliah ini sangat menarik. Dalam dua minggu akan ada dua agenda yang berbeda. Minggu pertama adalah presentasi kelompok berdasarkan isu terbaru di dunia marketing dan teknologi.

Minggu kedua harus menjawab studi kasus berdasarkan bahan bacaan. Paper dari Harvard Business Review (HBR) menjadi bacaan wajib kami.

Pertama kami dipaksa membaca beberapa paper HBR. Dari paper tersebut, secara bergantian, setiap kelompok harus mereview dan membuat presentasinya. Agar mahasiswa yang tidak presentasi juga membaca, maka ada quiz di 60 menit awal perkuliahan. 30 menit waktu menjawab soal, 30 menit waktu membahas jawaban.

Adanya quiz ‘memaksa’ kami untuk membaca. Mau tidak mau, suka tidak suka. Jika tidak membaca paper, maka kita hanya bisa ‘clingak-clinguk’. Setelahnya, kelompok yang mendapat giliran presentasi, menjelaskan hasil reviewnya di depan kelas. Diskusi kembali terjadi.

Di pertemuan minggu berikutnya, kami masih harus membaca paper HBR. Kali bukan untuk presentasi kelompok dan quiz, melainkan dituntut mencari solusi dari suatu permasalahan. Karena permasalahan diambil dari paper HBR terbaru, maka permasalah yang terjadi adalah permasalah CEO perusahaan besar.

Kami seolah diajarkan bagaimana menjadi CEO yang pandai menyelesaikan masalah perusahaannya. Setiap kelompok harus berdiskusi dan mencari solusi. Solusi harus udah dikirimkan sebelum pukul 24.00 di hari sebelumnya.

Keesokan harinya, perkuliahan diawali dengan materi dari dosen. Tanggapan sekilas pak dosen tentang paper dan permasalahan yang akan dibahas. Pak dosen seperti hanya memberikan pengantar diskusi. Kemudian barulah setiap kelompok, menuliskan solusi yang telah dibuat sebelumnya. Setiap kelompok bergantian menjelaskan setiap solusi yang tertulis di papan tulis.

Saat diskusi inilah, kami seperti kumpulan CEO dan staf yang sedang membahas kasus intern perusahaan. Segala kemungkinan dijelaskan.

Solusi satu pasti gagal karena satu hal, solusi kedua belum tentu berhasil disebabkan hal yang lain, solusi ketiga bisa sukses dengan catatan ini, bagaimana dengan itu dan jika begini bagaimana.

Hal yang dibahas menjadi seperti sangat rumit, karena permasalahan yang diambil adalah permasalahan kelas atas. Kami harus menganalisa permasalahan perusahaan top seperti Samsung, Facebook, Amazon, Google, hingga Alibaba.

Permasalahan yang bersumber dari paper HBR adalah jaminan kerumitannya.

Membahas studi kasus yang rumit, membuat mahasiswa aktif memberikan pandangannya. Berbagai macam pandangan terlontarkan. Ada yang dangkal atau juga yang mendalam.

Dosen selalu mengapresiasi setiap kata yang dilontarkan. Ia selalu mengulang apa yang menjadi point-of-view mahasiswanya, lalu memberi penjelasan, jika komentar itu dirasa belum pas, dosen selalu mengembalikan komentarnya, jika perlu membantah dengan analisa yang mendalam. Tidak ada menertawakan apalagi menyalahkan setiap komentar dan pandangan mahasiswa. Semua fokus pada permasalahan dan solusinya.

Hingga pada akhirnya, analisa dosenlah yang lebih mendalam, lebih rasional dari semua jawaban mahasiswanya.

Di dalam kelas, hanya ada sekitar 20-an mahasiwa. Hadirnya beberapa mahasiswa asing di dalam kelas semakin menambah wawasan. Setiap mahasiswa memberikan pandangan yang berbeda-beda.

Aku satu kelompok dengan Bee, mahasiswi dari Thailand, Julien dari Amerika Serikat dan Saide dari Riau. Aku melihat ada dua mahasiswi dari Luxemburg, satu dari Singapore dan satu lagi dari India. Sisanya mahasiswa lokal Taiwan.

Profesor Chung-Chiang Hsiao menahkodai kelas ini dengan gaya khasnya. Ia selalu memakai kaos dan celana yang sama setiap pertemuan. Kaos berkerah berwarna hitam yang sudah agak luntur dikombinasikan dengan celana cokelat. Semoga setelan itu tidak dipakai selama enam hari yang lain. Mungkin ia mau menirukan gaya Mark Zuckerberg yang punya gaya sama setiap hari: kaos abu-abu dengan celana pendek.

wahyualam.com di NTNU

Bersantai usai kelas

Pemikiran Profesor Chung-Chiang Hsiao selalu menarik, pemahamannya tentang dunia managemen, bisnis, dan marketing tidak perlu diragukan lagi. Dari paper-paper yang sudah ia terbitkan, terlihat ia juga menyukai bidang teknologi. Meski paham banyak hal kompleks, ia tetap bisa menyampaikan dengan bahasa yang lebih simpel. Jika mahasiswanya tidak paham, maka ia tidak segan untuk mengulanginya lagi.

Diskusi hal berbau teknologi, perspektif dunia marketing, bersama mahasiswa lintas negara, dengan seabrek tugas dan materi, membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengatakan: Keren!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.