Biaya Awal Pindahan ke Taiwan Sekeluarga

Published by ALAM on

Jer basuki mawa beya.

Jika ingin mencapai kesuksesan (basuki), diperlukan biaya atau pengorbanan (beya). Falsafah ini saya pegang betul. Selalu menyela napas panjang setiap mengingat masa persiapan pindahan ke Taiwan sekeluarga. Nyari ilmu itu pasti diperlukan uang.

Setelah drama prosesi istri melahirkan anak pertama usai, ternyata masih ada drama besar berikutnya. Saking emosionalnya, saya belum bisa menceritakan ke blog ini bagaimana detail kelahiran Kia dengan 24 hari di ruangan NICU tanpa BPJS. Banyak hal terjadi seketika bersamaan.

 

Back to the topic; pindahan ke Taiwan sekeluarga.

Begitu ada notifikasi email kalau saya diterima di NTUST untuk program Ph.D dengan beasiswa penuh, besoknya kami langsung ke imigrasi untuk membuatkan paspor istri dan anak. Karena saya belum punya e-paspor, sekalian saya ganti. Jadinya kami membuat paspor baru sekaligus, biayanya sekitar 650.000x3orang=1.950.000.

Hal kedua yang kami persiapkan adalah koper dan perlengkapan bayi, sekitar 2.000.000. Kami lupa detailnya apa saja, tapi kira-kira segitu. Mulai lagi baju tebal, minyak-minyak bayi hingga peralatan mandi bayi.

Hal ketiga adalah tes kesehatan. Saya sempat kaget karena tes kesehatan naik 100% dari dua tahun lalu saat ke Taiwan untuk S2. Untungnya bayi tidak perlu tes, hanya saya dan istri. Waktu itu masing-masing 1.150.000×2 orang=2.300.000. Mungkin berbeda tempat bisa berbeda biayanya. Saya tidak mau pusing nyari tempat baru, saya langsung pergi ke klinik yang sama waktu berangkat S2. Di sini juga banyak calon TKI yang melakukan tes kesehatan.

Selanjutnya, tiket pesawat menjadi perhatian kami. Kami memilih kelas ekonomi dengan transit ke Singapura. Sengaja memilih penerbangan dengan waktu transit yang agak lama, selain agar bisa ngajakin istri dan Kia berfoto di Merlion, tentu saja harga murah menjadi pertimbangan kami.

Kami memilih maskapai Scoot, via Singapura, dengan ongkos sekitar 8.300.000 untuk dua orang dewasa dan satu bayi. Sudah termasuk beli bagasi 2x40Kg. Tips: per koper maksimal beratnya 32Kg ya. Pastikan jangan penuhi satu koper dengan barang sangat berat. Jika tidak seperti kami: harus bongkar muat di depan konter bagasi 🙁

Kelima: visa. Ini yang paling berat. Dengan segala pertimbangan, kami memilih mengurus langsung ke TETO Jakarta dengan bantuan agensi di sana. Total kami menghabiskan biaya nyaris 12 juta untuk tiga orang visa residen. Hal terbanyak datang dari terjemah dan legalisir dokumen, juga pretelan kecil seperti fotocopy, biaya kirim dari Surabaya ke Jakarta, hingga pas foto untuk bayi. Tapi kami puas karena sudah langsung dapat visa residen yang notabene tidak mudah untuk orang yang ‘boyongan’ langsung ke Taiwan. Selain itu, agensi di Jakarta juga sangat baik, responsif, dan sabar menjawab setiap pertanyaan dari saya, meskipun jadinya sangat mepet, tapi komunikatif.

Sedikit ada kegentingan, karena Senin kami berangkat, tapi Jumat pagi visa belum ada kabar. Jumat sore baru dikabari kalau visa sudah keluar dari TETO Jakarta. Malamnya langsung dikirim ke Surabaya menggunakan one-night-service dan Sabtu sore sudah sampai di rumah. Senin pagi kami berangkat ke Taiwan. Tulis di komentar jika ingin saya cerita lebih detail tentang visa ke Taiwan ini.

Keenam: apartemen. Ini sungguh melelahkan jika tidak punya kenalan di Taiwan. Saya sudah ada kenalan di Taipei, setidaknya sudah ada jaminan satu kamar apartemen. Sempat mencari-cari sendiri akhirnya nyerah karena keterbatasan budget dan bahasa Mandarin. Apartemen studio di Taipei rata-rata di atas 10.000 NTD per bulan. Kami beruntung dapat 8000 NTD meski berada di New Taipei City dan ada di lantai 6 tanpa lift. Saya harus menyiapkan 2×8000 NTD, 8000 pertama untuk biaya sewa, 8000 kedua untuk deposit. Deposit akan dikembalikan di akhir masa kontrak. Total untuk apartemen saya harus siapkan 16.000 NTD atau sekitar 7.5 juta rupiah.

Terakhir, biaya hidup dua bulan pertama. Karena beasiswa akan dicairkan di bulan kedua setiap ajaran baru, itupun di akhir bulan. Makanya kami harus siapkan biaya hidup dua bulan pertama. Idealnya kami harus alokasikan 2×10.000 NTD untuk biaya hidup, atau sekitar 10 juta rupiah untuk dua bulan.

Jadi kalau di rangkum, biaya pindahan dua orang dan satu bayi dari Surabaya ke Taipei:

  1. Paspor – 1.950.000
  2. Koper dan keperluan bayi – 2.000.000
  3. Medical check-up – 2.300.000
  4. Tiket pesawat – 8.300.000
  5. Visa – 11.750.000
  6. Apartemen – 7.500.000
  7. Biaya hidup dua bulan pertama – 10.000.000

Total: 43.800.000
Idealnya: 45.000.000

Apakah kami punya uang segitu saat mau berangkat? Tentu saja TIDAK!

Kami mungkin hanya punya seperempatnya saja. Makanya dari awal saya bilang ke istri, ini kita beneran cuma bermodalkan nekat saja. Benar-benar BONEK banget!

Dua, tiga bulan awal, kami sempat beberapa kali mengalami Zero NT. Kalau kalian mau cerita bagaimana kami bertahan hidup selama tiga bulan di Taiwan, komen di bawah ya. Kalau banyak yang minta, saya akan tuliskan di blog ini. 🙂

Ditunggu saran dan komentarnya ya!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

7 Comments

Blog Olahraga Indonesia · May 25, 2023 at 22:25

Pada part ini “Cari sendiri akhirnya nyerah karena keterbatasan budget dan bahasa Mandarin”, poin kedua keterbatasan bahasa bener2 ngeri ya mas dampaknya, khususnya ketika masa2 genting.

Arie · December 2, 2021 at 07:32

MasyaALLAH
Perjuangan’y luar biasa
Smoga bermanfaat pengalaman’y tuk orang lain
Aamiin

M. Faizi · January 15, 2021 at 09:24

Seperti pengalaman pribadi yang oleh orang dulu hanya ditulis di buku harian yang kelak akan dibaca sendiri. Dan ketika ditulis di blog seperti ini, saya jadi tahu manfaatnya.

Saya sangat senang membaca penjelasan yang detil begini, bukan sekadar curhat tapi juga memberikan informasi yang banyak kepada pembaca. Terima kasih sudah berbagi.

Saya baru dengar agen Teto itu.
Ini soal ngurus visa dan paspor sepertinya butuh tulisan tersendiri karena biasanya cenderung ribet dan ruwet

    Rajo · December 28, 2021 at 13:17

    Ceritakan semuanya dengan lengkap mas , bukan karena pengen ke Taipe, tapi biar termotivasi oleh proses dan perjuangan Mas Wahyu Sekeluarga.

Julian Putranto · October 4, 2020 at 21:34

Biar bagaimanapun tetap ada istilah ‘investasi’ ya. Ga ada yg namanya gratis. Btw, selamat ya mas

Zaini · August 11, 2020 at 07:00

Ngeri banget liat biayanya mas…!!!
Selamat mas, semoga hidup bahagia, tentram, aman disana.

Kalau ada lowongan kerja, bisikin ke saya mas, saya siap mau jadi TKI

    Syifa · October 23, 2021 at 15:11

    Bisa bertahan meskipun zero nt gmn kak? Boleh lah di share ceritanya.. kebetulan ini sedang awal2 di taiwan, sering overthinking dan kawatir kalau2 nnti gak bs survive disini.

Leave a Reply

Avatar placeholder