Bukan Membeli Tetapi Mengurus SIM Card

Published by ALAM on

sim card di taiwan (2)

Dual SIM. Hampir semua pengguna ponsel mempunyai dua kartu SIM. Kartu pertama biasa terdiri dari nomor cantik. Lebih spesial karena digunakan untuk keluarga dan bisnis. Kartu pertama biasanya adalah kartu paling banyak digunakan oleh orang lain. Sedang kartu kedua merupakan kartu sementara yang sifatnya pakai-buang.

Kartu kedua lebih sering merupakan kartu untuk paket data. Agar nyaman berinternet dengan banyak kuota dan murah. Jika paket data sudah habis, maka kartu harus dibuat dan membeli lagi yang menawarkan kuota lebih banyak dan lebih murah.

Pendaftaran identitas di nomor 4444 hiraukan. Isi saja dengan nama Alex, eh kebagusan, Tukiyem. Nomor identitas 7029 dengan tipe kartu pelajar, padahal sekarang sudah mau lulus sarjana. Alamat ditulis Madura, ngaku-ngaku padahal orang Jakarta. Isi saja sembarangan. Toh, nantinya bakal dibuang dan ganti baru lagi. Isi datang lagi, isi ngawur lagi. Begitu seterusnya: pakai-buang-beli-isi ngawur-pakai-buang dan seterusnya.

Ayo siapa yang pernah seperti itu? Ngaku! *aku ngacung duluan, hehe*

Bagaimana ya kalau mau beli paket data di Taiwan. Urusan SIM card sempat bergelantungan di pikiran sebelum berangkat. Bagaimana paket datanya, bagaimana menelpon orang di rumah, dsb.

Ternyata, hal seperti ini ngga bakal terjadi di Taiwan.

Pada hari pertama sampai di dormitory, aku menemukan sisa kartu SIM yang masih baru. Terbungkus plastik lengkap dengan panduan memakainya. Sempat merasa aneh karena bungkus SIM card di sini besar dan begitu mewah.

Asosiasi Mahasiswa Indonesia di NTUST berbaik hati memberikan lima kartu SIM Card. Aku sangat senang dengan rencana ini. Awal mula kami mendapatkan tiga kartu. Kemudian disusul dua kartu berikutnya.

SIM Card tidak diberikan begitu saja. Kami harus mengisi satu formulir lengkap dengan nomor paspor, tanda tangan, hingga cap jempol. Akibatnya, kami harus mengantri demi mendapatkan SIM card gratis. Ngga asyiknya lagi, SIM card tidak bisa langsung aktif. Perkiraan harus menunggu 4-7 hari. Selama itu juga, kami harus bergantung kepada sinyal Wifi yang disediakan kampus.

Apakah jika membeli di luar bakal seperti itu? sepertinya iya.

Menurut buku yang aku baca, kita bisa membeli SIM Card di bandara, bisa langsung aktif, tetapi tetap harus mengisi formulir panjang lebar lengkap dengan cap jempolnya. Data kita sepertinya sangat berarati bagi perusahaan telekomunikasi di sini. Atau negara ini tidak mau imigran gelap menggunakan sinyal mereka secara ilegal.

Semua operator di Taiwan begitu perhatian. Mereka membuat kemasan SIM card dengan multi-bahasa. Setidaknya akan ada lima bahasa: English, Chinese, Vietnam, Thailand dan Indonesia. Lebih perhatian lagi, mereka selalu memberikan pulsa gratis dan internetan gratis selama beberapa hari.

sim card di taiwan

Salah satu operator yang sangat perhatian adalah Chung Hwa. Sepertinya operator inilah yang paling favorit di Taiwan. Aku sudah mendapatkan rekomendasi untuk memakai kartu ini sejak masih berada di Madura.

Begitu kami sudah dapat kabar, jika Chung Hwa sudah dapat digunakan, kami langsung memasang SIM Card ke ponsel. Sejurus kemudian kami langsung mengaktifkan paket internet gratis dari mereka. Suara yang ada di petunjuk otomatis menggunakan bahasa Indonesia logat Jawa kental. Aku senyum-senyum sendiri mendengarnya.

Beberapa saat kemudian, kami akan ditelpon operator. Sempat kaget, ada nomor lokal yang menghubungi kartu yang baru aktif. Semakin kaget karena si mbak customer service juga bisa berbahasa Indonesia. Alhasil kami mengobrol, tanya ini-itu tentang paket data internet di Chung Hwa. Mereka sepertinya tidak ada SOP untuk menjawab setiap pertanyaan pelanggan, sehingga asal jawab saja. Suara si mbak terdengar renyah di ponsel. Karena menggunakan bahasa Indoensia, jadi lebih mirip ngobrol dengan teman. Bahkan si Mbak juga ikut tertawa terbahak-bahak saat kami melucu. Terkadang bekerja tanpa SOP itu lebih baik.

Saat paket data gratis telah tunai kami habiskan. Si Mbak kemarin menelpon kami. Menanyakan ada kendala atau tidak, selain itu juga memberikan rekomendasi paket data yang bisa digunakan  untuk berselancar di dunia maya. Si Mbak tetap menggunakan bahasa Indonesia berlogat Jawa kental.

Perhatian operator Chung Hwa belum terhenti. Pulsa kami habis. Aku harus segera mengisi pulsa untuk bisa internetan saat berada di luar rumah. Eh salah, maksudnya di luar kampus. Chung Hwa memberikan nota resmi saat kami mengisi pulsa melalui kantor resmi mereka. Baru kali ini, beli pulsa dapat nota resmi seperti baru membeli laptop.

Begitulah ‘kehidupan’ operator di Taiwan. Beberapa operator sudah mempunyai jaringan 4G. Namun isu 4G tidak begitu ramai dibicarakan. Setiap pemilik kartu harus mendaftar dengan identitas lengkap, memberikan pulsa dan internet gratis, operator yang cepat-tanggap, juga kemewahan nota meski hanya untuk sekedar membeli pulsa.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

5 Comments

Ade Truna · October 23, 2015 at 00:00

semakin jauh aja nih melalangbuana terus … keren 🙂

    Wahyu Alam · October 23, 2015 at 04:35

    Kang Ade juga keren, habis jalan-jalan ke Palu.

Ahmad Sayadi · October 22, 2015 at 23:46

mantap…. Lanjut S2 apa udh S3 pak, S2 nya kmren kan di Unair.

    Wahyu Alam · October 22, 2015 at 23:47

    Ini masih S2, mas. Setahun di ITS setahun di NTUST.

Leave a Reply to Ahmad SayadiCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.