Cerita Corona di Taiwan

Published by ALAM on

Bagaimana mungkin suatu negara berdekatan dengan epicentrum Coronavirus, bisa bertahan dari gempuran wabah yang menjangkit seluruh dunia. Jika diawal penyebaran wabah, keluarga di rumah begitu mengkhawatirkan kami, sekarang terbalik, kami yang sangat mengkhawatirkan mereka. Berikut sekilas cerita tentang apa yang kami rasakan selama berada di Taiwan di tengah pandemi Covid-19.

Artikel ini diterbitkan di cakrawarta.com

Indonesia sejak Senin (2/3/2020) mengumumkan secara resmi telah positif terkena Covid-19 dengan dua pasien yang dirawat di Rumah Sakit Sulianti Saroso. Saat tulisan ini dibuat angka itu telah menjadi 34 kasus. Agar tidak terjadi kepanikan dan bisa lebih cepat menangani ada baiknya kita melihat bagaimana negara-negara yang terkena lebih dahulu dalam membendung Covid-19. Dalam tulisan ini mari pandangan kita arahkan ke Taiwan, negara tempat studi S3 saya.

Kasus COVID-19 pertama di Taiwan 21 Januari 2020, hingga tulisan ini dibuat sudah 49 pasien positif. Artinya kalau dirata-rata hanya 1 orang per hari. Ini terbilang sangat baik untuk ukuran negara yang sangat dekat lokasinya dengan Wuhan.

Berikut tindakan preventif ala Taiwan yang saya rasakan sebagai mahasiswa internasional di National Taiwan University of Science and Technology.

Kampus mulai aktif lagi setelah liburan Imlek, salah satu email pertama yang saya terima dari kampus adalah anjuran memakai masker, tidak pergi ke keramaian dan menerapkan hidup sehat. Ketika virus Corona sudah menyebar ke Taiwan, semua pemberitaan membahas virus mematikan ini. Saya masih merasa santai, karena saya tidak mengerti berita di televisi dan setiap hari diberikan arahan dari email kampus. Nyaris tidak ada perubahan kecuali orang-orang memakai masker semua ketika di MRT dan tempat ramai.

Semakin hari kampus semakin sering memberikan arahan. Mungkin karena semakin banyak korban yang positif Corona. Hingga akhirnya, kampus mengirimkan pemberitahuan, kalau mahasiswa yang liburan atau baru akan kembali ke Taiwan dilarang transit di Macau, Hong Kong dan Tiongkok. Ini karena ada larangan dari Pemerintah Taiwan. Saya kembali mengabaikan karena saya tidak pulang di liburan musim dingin ini.

Lalu saya mulai khawatir ketika menerima kabar bahwa masker sulit didapat. Bahkan saya mengelilingi minimarket di berbagai tempat berbeda, hasilnya nihil. Masker benar-benar lenyap dari peradaban. Rasa was-was saya kembali muncul ketika melihat antrian orang di depan apotek untuk membeli masker, bahkan mereka antri saat apotek belum buka. Profesor saya pun, untuk pertama kalinya membahas topik di luar riset di email, beliau mau beli masker ke teman saya yang akan balik dari Indonesia ke Taiwan. Waktu itu masker masih banyak di Indonesia, sehingga saya dapat membagi dua kotak masker ke Profesor.

Pemerintah Taiwan sepertinya tidak mau ambil resiko, meski di Taiwan masih ditemukan belasan kasus Corona, tapi sekolah dan perkuliahan diundur dua minggu dari jadwal minggu pertama pasca liburan panjang. Lalu tindakan-tindakan preventif dari pemerintah lainnya sangat terasa ketika kita pergi ke luar rumah. Di semua tempat disediakan alkohol gratis, bahkan di balai desa di Jalan Jilin Zhongzhan setiap hari Senin, masyarakat boleh isi ulang alkohol gratis. Di Masjid juga disediakan alkohol bagi jemaah yang Jumatan. Pasar kecil ditiadakan setiap hari Jumat ditiadakan selama penyebaran virus ini.

Lalu di sisi lain, pemerintah Taiwan menetapkan bahwa pembelian masker dibatasi, setiap orang hanya diberi jatah dua masker per kepala setiap minggunya. Bahkan untuk mendapatkannya dibuat jadwal ganjil genap berdasarkan nomor NHI (BPJS-nya Taiwan).

Kondisi terasa semakin kondusif, perkembangan jumlah orang yang terjangkit pun tidak melonjak tajam. Hingga akhirnya pemerintah mengumumkan salah satu yang korban terbaru berasal dari Indonesia. Dia seorang TKW yang tertular dari kakek yang dijaganya. Situasi genting kembali naik. Sehari kemudian, pemerintah merilis tempat-tempat yang dikunjungi si TKW selama seminggu ke belakang dan menghimbau kepada semua orang yang bertemu atau kebetulan melewati rute yang sama di jam yang sama segera memantau kesehatannya sendiri. Jika merasa sakit dengan ciri-ciri pasien Corona, diwajibkan untuk memeriksa ke rumah sakit terdekat.

Libur tahunan sudah usai. Kampus pun akan dibuka untuk pertama kalinya. Saya melihat kampus terasa lebih sibuk dari biasanya. Banyak poster, anjuran, pemberitahuan yang dipasang di penjuru kampus, semuanyan juga diinfokan via email ke semua civitas akademia.

Saya bisa membayangkan bagaimana kekhawatiran NTUST, sebagai kampus Nomor 1 di Taiwan dengan jumlah mahasiswa internasional terbanyak.

Di email, kami dikirimi link khusus untuk mendeteksi mahasiswa yang baru masuk ke Taiwan. Ada juga teman saya yang datang lebih awal ke Taiwan dengan transit di Hong Kong, diminta untuk karantina mandiri di rumah. Kampus membekali termometer dan harus lapor dua hari sekali tentang suhu tubuhnya.

Sehari sebelum hari pertama masuk, kampus kembali mengirimkan email yang isinya pintu masuk ke kampus hanya dibagi menjadi dua pintu utama. Kedua pintu itu sudah dipasang kamera pendeteksi panas. Email yang lain menghimbau untuk memakai masker. Saya cukup kaget ketika dua Mushola di kampus ditutup. Saya terpaksa sholat di lobi dormitory. Selain itu, di kantin dipasang kaca pembatas di atas meja, padahal sebelumnya meja sudah ditempeli stiker tidak boleh berbicara ketika makan di meja kantin.

Bagi teman yang tinggal di dormitory, harus melewati uji tes suhu tubuh. Jika dikatakan normal, akan diberikan stiker biru dan boleh keluar dormitory. Jika suhu tubuhnya panas maka dilarang keluar dormitory. Di lift dipasangi stiker dilarang berbicara di dalam lift, di bagian adminitrasi ada larangan masuk jika tanpa masker.

Dosen di kelas bercerita kalau juga ada anjuran khusus untuk dosen pengajar: diharap tidak terlalu banyak berjalan mendekati mahasiswa. Kursi baris pertama di kelas harus dikosongi. Hingga tidak ada hukuman bagi yang tidak datang. Karena jika mahasiswa pusing dan flu, diwajibkan karantina di rumah selama dua minggu.

Lalu usaha kampus diakhiri email dari Presiden NTUST yang isinya menyemangati semua penghuni kampus untuk tidak takut melawan virus Corona.

Selain berbagai upaya preventif di atas, Taiwan juga sangat ketat dalam penegakan hukum. Bagi yang sengaja menjual masker terlalu mahal akan dihukum, kemarin baru saja ada berita warga lokal yang terkena Corona tidak melakukan karantina didenda satu juta NTD. Satu TKW juga akan menghadapi tuntutan dari rumah sakit tempat dia dirawat karena diduga sengaja menyebarkan informasi rumah sakit via video Tik Tok. Akhirnya berita ini pun sempat viral di kalangan pekerja di Taiwan, bahkan di Indonesia.

Saya merasakan betul langkah-langkah konkrit pihak kampus dan universitas dalam melakukan preventif. Saya yakin bahwa tindakan serupa bakal dilakukan di berbagai lini seantero Taiwan. Menurut Jason Wang (2020) dalam penelitian yang berjudul “Response to COVID-19 in Taiwan: Big Data Analytics, New Technology, and Proactive Testing“, selama lima minggu dari akhir Januari, pemerintah telah melakukan 124 upaya preventif, mulai dari menjaga ketat pintu masuk udara dan laut, identifikasi kasus, proses karantina pasien, hingga edukasi ke masyarakat luas untuk menghalau kesalahan informasi yang beredar.

Ada baiknya kita belajar dari catatan pengalaman saya selama di Taiwan ini. Ketegasan dan peningkatan kewaspadaan sebagaimana dimaksud Direktur Jenderal WHO, Dr. Thedros Adhanom Ghebreyesus adalah ketegasan terhadap penerapan prosedur-prosedur standar badan kesehatan dunia tersebut. Semoga.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Kang Geri | abahoryza.com · August 12, 2020 at 18:47

nyesel saya baru baca edisi ini bahkan jauh dari bulan Mei, ini udah 3 bulan sudah … kenapa saya gak liat publikasinya via FB? mungkin karena sekarang facebook semakin pilih2 temen utk berbagi di beranda, atau memang karena saya sendiri kurang begitu intens di beranda, bahkan berkunjung di blog udah sangat jarang.

oh iya, ini yg seru, dan informatif banget, informasi tentang bagaimana taiwan menghadapi pandemi ini sangat menarik, jarang orang yang tau sedetil ini, kapan2 kita ive IG yah, sharing ^_^ sehat terus kang wahyu alam, sampai ketemu lagi di Indonesia

    ALAM · August 12, 2020 at 19:17

    Berarti aku kurang narsis, besok2 saya langsung kirimi link langsung ke via DM. Hehehe. Live IG? Yuk ah!

Leave a Reply to Kang Geri | abahoryza.comCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.