#JavaTrip Ponorogo 1: Tenggelam Bersama Warga

Published by ALAM on

Aku kenal Ponorogo dari film Negeri 5 Menara, meski sebenarnya lebih terkenal dengan Reyognya. Aku sangat beruntung bisa ada kerjaan di Madiun pada hari yang pas. Sehari sebelum 1 Muharram.

Mampir ke Ponorogo saja mas, nanti sore dan nanti malam ramai di Ponorogo. Tulis Sigit, seorang teman dari Ponorogo yang aku kenal lewat Facebook. Masalah nginap gampang! tambahnya.

Sore itu, beberapa bagian Terminal Ponorogo tergenang air, karena memang hujan turun saat aku baru memasuki kota ini. selalu ada yang istimewa ketika pertamakali mengunjungi sebuah tempat. Teduh dan ramah itu adalah kesan pertama aku berada di kota ini. Tidak lama setelah menunggu di Terminal, Sigit menjemputku. Enak memang punya teman di beberapa kota, meski hanya berawal dari teman jejaring sosial seperti Facebook. Hujan masih saja rintik-rintik membasahi kota yang punya Pondok Modern Gontor ini. Oiya, perkenalkan Sigit. Dia baru kelas XII SMK PGRI 2 Ponorogo jurusan Alat Berat. Aku diajaknya ke tempat dia ngekos. Sambil nunggu hujan, aku beristirahat. Menurutnya nanti malam akan ada acara besar di Alun-alun.

Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 200 km arah barat daya dari ibu kota provinsi Jawa Timur

Hari sudah gelap, air hujan sudah baik hati istirahat sementara tidak turun. Tidak terasa aku terlelap dua jam di dalam kamar kos sederhana ini. Setelah mandi dan sholat Maghrib, aku bergegas. Menuju Alun-alun? Tidak! Aku mencari tempat ngopi yang ada jaringan internetnya (WiFi). Sigit dengan setia seperti guide profesional yang tahu seluk beluk kota Ponorogo mengantarku ke tempat yang bernama Kedai Kopi Lanang. Segelas kopi dan sepiring mie instan kita habiskan sambil berinternet ria. *mumpung ada internet, aku laporan dulu tentang update terbaru kerjaan*.

Dua jam terbuang indah begitu saja di Kedai Kopi Lanang ini. Sigit mengajakku ke Alun-alun Kota Ponorogo. Menuju ke lokasi, ternyata tidak mudah. Beberapa akses kesana ditutup. Polisi berjaga-jaga di setiap titik yang ditutup. Terlihat beberapa warga begitu ramai dan dengan riang berjalan kaki menuju alun-alun. Seperti apa ya acara di sana kok begitu antusias warga Ponorogo. Mungkin ada konser dangdut dengan goyangan heboh, ah tapi tidak, yang datang ke sana bukan anak-anak muda saja. Nenek-nenek beserta mantu dan cucunya juga terlihat berjalan kaki menuju alun-alun, seperti ada magnet yang menarik warga Ponorogo sehingga semua warganya keluar rumah dan bergerak sesuai gaya tarik yang ditimbulkan.

Untung saja Sigit begitu hafal dengan wilayah Ponorogo ini. jalan-jalan alternatif sudah langsung terbayang saat melihat akses ditutup. Akhirnya setelah bermacet-macet ria, kami mendapatkan tempat parkir. Meski harus bayar Rp3000 untuk biaya parkir kami sangat senang (padahal hari biasa bisa sampai Rp500 saja).

Semakin menuju alun-alun, semakin sesak pula suasananya. Sesampai di sana. Aku terkagum heran. Ini dia pesta rakyat Ponorogo. Semuanya ada di lapangan yang begitu lebar depan kantor Pemkab Ponorogo. Kantor Pemkab ini lebih mirip hotel berbintang, begitu megah dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi seperti bangunan-bangunan di kota Roma, Italia. Ada pasar malam, aneka permainan, kios berbagai makanan, pusat oleh-oleh, kedai kopi, dan di tengah ada panggung besar dan menjadi pusat acara. Semuanya tumpah begitu saja. Ketika berada di tengah-tengah arena, aku seperti terhimpit, seperti saat suasana tawaf di Mekkah. Penuh sesak. Rasa-rasanya seluruh warga Ponorogo ditambah beberapa wisatawan lokal maupun mancanegara tumplek-blek di acara ini.

Setelah puas menenggelamkan diri bersama warga Ponorogo dan melihat beberapa stand yang ada, aku dan Sigit memilih duduk di pinggiran taman dekat gedung Pemkab. Jauh di depan panggung utama yang juga dihadiri wakil ketua DPRD RI dan Gubenur Jawa Timur, Soekarwo.

“Acara di alun-alun usai, aku diajak munggah ke Telangan Ngebel ada acara Larungan Sajen di sana.”

“Malam hari seperti ini?”

“Ya memang acaranya malam hari, Mas.” jawab Sigit mantap.

Oke, budhal!, tantangku.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

4 Comments

pardicukup · December 14, 2016 at 20:02

Loooo… pernah ke Ponorogo kok gak ngabarin aku ya dulu. hmmm baru nyadar …

Riffrizz · November 18, 2012 at 09:42

saya yang asli Ponorogo malah belum sempat menikmati FRN tahun ini mas :'( sedang diluar kota… sepertinya setiap tahun makin tamah ramai saja

    wahyualam · November 19, 2012 at 04:01

    Waaah! rugi loh, hehehe. semoga bisa ketemu lain waktu ya. 😀

#JavaTrip Ponorogo 2: Ini Bukan Bali, tapi Ponorogo | Wahyu Alam's · November 16, 2012 at 15:21

[…] menenggelamkan diri bersama warga Ponorogo, masih bersama Sigit, aku diajak munggah ke Telaga Ngebel. Oh, ada Telaga juga di sini?, […]

Leave a Reply to RiffrizzCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.