Kampus UTM Dahulu dan Harapan di Masa Depan

Published by ALAM on

kampus UTMHari pengumuman pendaftaran PMDK di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah tiba. Tapi aku tak beranjak dari rumah, aku masih sibuk baca buku-buku ujian masuk ke kampus ternama. Berbeda dengan teman sekelas satu SMK, mereka berduyun-duyun ke kampus, melihat siapa saja yang diterima. Aku dapat SMS dari Wulan, temen sekelas yang melihat langsung pengumuman. Kami belum terbiasa mengecek via web. Wulan memberitahuku kalau aku dan Eko yang diterima di Teknik Informatika, sisanya di Teknik Industri.

Aku bersikap datar. Tapi sempat terpikir, kenapa hanya aku dan Eko, padahal juga banyak yang nilai rapornya bagus. Bagiku diterima kuliah di UTM ngga ada yang spesial. Biasa saja. Bahkan aku melanjutkan belajar, masih berharap bisa diterima di kampus ITS di Surabaya lewat jalur tes.

Usai musyawarah dan perdebatan alot antara aku dan bapak, akhirnya kami sepakat mengambil UTM. Aku pun kuliah di sana dengan perasaan biasa saja, lebih banyak meremehkan: aku kuliah di kampus dekat rumah, suka banjir kalau hujan, bangunannya tua, jelek, dsb. Ngga terbesit rasa bangga sedikit pun.

Aku mulai sedikit tertarik pada kampus ini saat salah seorang dosen mempresentasikan video pembangunan kampus di masa mendatang. Sedikit terkejut ketika melihat rencana pembangunan gedung rektorat sepuluh lantai yang akan menjadi gedung pertama dan tertinggi di Madura. Tapi itu masih rencana saat itu.

Aku menjalani perkuliahan. Saat itu Teknik Infomatika tidak punya gedung sendiri. Kami kuliah di Fakultas Ekonomi. Bangunan tua tergambar dari desain dan warna gedung.

Pak Richard dan Bu Noor Ifada menjadi hal yang membuat tingkat kepercayaanku meningkat satu tingkat. Pak Richard adalah orang Jerman yang menjadi dosen Fisika. Meski bisa berbahasa Indonesia, tetapi logat Jerman, sedikit membuat kami sudah memahaminya. Bu Noor Ifada, dosen perempuan yang disiplin, ia lulusan Belanda. Artinya banyak dosen di Infomatika yang keren.

Kampus Universitas Trunojoyo Madura

Dahulu ketika ditanya asal kampus, nyaris tak ada yang kenal nama Universitas Trunojoyo. Dimana itu? Bangkalan itu apa? Oh ada ya kampus negeri di Madura? Kok baru denger? Sejak kapan kampus itu ada? Ungkapan itu rasanya cuma angkatanku saja yang merasakan. Sekarang sudah banyak yang sudah mengenal. Oh kampus yang keren di Madura itu ya? Kampus yang kemarin juara dunia game di Rusia itu ya? Kampus yang kemarin juara robot itu ya? Kampus yang punya gedung tinggi itu ya? Kampus yang…

Jika aku masuk kampus ini dengan rasa datar, sekarang ada banyak orang yang galau karena ngga bisa masuk. Atau bahkan ada yang sombong karena diterima di kampus UTM. Sudah punya rasa bangga tersendiri ketika masuk di kampus UTM. Berebutan masuk, akhirnya sudah banyak yang ngga diterima. Julukan ‘kampus pasti masuk’ rasanya sudah hilang berganti eh ternyata susah juga ya masuk kampus UTM.

Aktivitasku ngga jauh dari laboratorium komputer. Bahkan laboratorium sistem informasi sudah menjadi rumah kedua, tempat belajar, menjadi asisten dosen, hingga nongkrong dan menghabiskan akhir pekan di Lab. Kondisi komputernya saat itu masih menggunakan layar tabung dengan kecepatan processor yang seadanya. Ruangan sering panas karena pendingin ruangannya hobi sekali rusak. Bagaimana dengan sekarang? Jangan ditanya! Komputer sudah pakai spesifikasi termuktahir, bahkan ada banyak PC all-in-one berlogo buah apel yang tersohor.

Lupakan setiap pujian, masih banyak pekerjaan rumah. Mulai dari jumlah mahasiswa yang masuk dan keluar belum seimbang, perawatan gedung, kualitas pengajar, kolotnya birokrasi, pelayanan ke luar, hingga menjalin hubungan internasional. Semuanya harus diprogramkan, perlahan namun pasti. Awalnya berjalan dan kini sudah saatnya untuk berlari mengejar ketertinggalan.

Wajah kampus UTM sudah berubah. Pemimpin di dalamnya pun berganti. Fasilitas perlahan tapi pasti sudah mendukung. Jumlah mahasiswa meningkat setiap tahunnya. Menjadi penghidupan bagi setiap warga di sekitarnya.

Bahkan kalau boleh berlebihan, UTM sudah menjadi ikon Madura selain Suramadu.

 


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

4 Comments

maz echo · August 16, 2015 at 16:54

Ahh ada Nama ku, jadi inget pas daftar kuliah, “Atenglenteng” cari informasi dan melengkapi berkas apa saja yang harus dilengkapai dan gak nyangkanya lagi dapat dari mana tuh jurusan kok bisa masuk Teknik infor padahal Nilai Berkecukupan “Mungkin sudah Rezeki”

setiyawanjulle · August 16, 2015 at 09:55

Izin share yah…makasih lho yah 😀

Leave a Reply to setiyawanjulle Cancel reply

Avatar placeholder