Review Buku Secercah Tinta

Published by ALAM on

buku secercah tinta - wahyualam.com

Resah dan gelisah. Itulah yang terjadi jika sehari saja tidak membaca buku. Ada sesuatu yang hilang. Maka dari itu aku selalu usahakan membaca buku setiap hari meski hanya selembar atau dua lembar.

Sekolah di bidang teknologi, membuatku lebih banyak menghabiskan waktu membaca berita, majalah, paper dan textbook yang berhubungan dengan bidangku. Meski begitu, aku tidak ingin kesibukan tersebut mengganggu aktivitas yang lain, seperti belajar ilmu agama. Keduanya harus berjalan beriringan. Dengan kepadatan jadwal kuliah, tentu jarang sekali bisa berkumpul menghadiri pengajian atau kajian-kajian Islami, salah satu yang biasa aku lakukan adalah baca buku-buku tentang Islam.

Tidak semua buku bisa aku baca. Aku memilih buku-buku yang ringan seperti sejarah nabi Muhammad, terjemahan Al-Hikam, dsb. Paling mudah dan paling utama ya membaca Al-qur’an dengan maknanya.

Novel yang berbau Islam adalah favoritku. Nah jika sudah tidak ada stok novel Islami, aku biasanya kebingungan mau baca buku apalagi.

Suatu malam, saat aku berziarah ke makam Syaikhona Kholil Bangkalan, aku main-main ke toko buku yang berada di dekat area parkir di sebelah barat. Tidak ada niatan membeli buku apapun. Sekadar melihat-lihat buku dan kitab.

Hingga di suatu rak, aku melihat buku yang ditulis KH. Al-Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya. Bukunya mempunya cover cokelat begitu klasik. Karena tidak diberi lapisan plastik, aku bisa membaca sekilas isinya. Ketika dibaca, bahasanya tidak terlalu berat. Meski terlihat bekas dan terdapat bercak-bercak jamur di beberapa bagian halaman depannya, aku tetap berniat membeli. Harga lima puluh ribu sebenarnya cukup mahal untuk buku yang ‘bekas’ dan tanpa lapisan plastik. Tapi untuk ilmu dan ikut mensejahterakan UKM di Bangkalan, aku menyodorkan selembar rupiah warna biru, kemudian aku melenggang pergi.

Buku dengan judul Secercah Tinta ini diawali pengantar dan epilogue dari empat tokoh terkenal. Diantaranya Prof DR. KH. Said Agil Siradj, M.A, DR.(H.C). KH. Mustofa Bisri, Al-Habib Zaid Bin Abdurrahman Bin Yahya, M.A (Yaman) dan diakhiri Epilogue yang menarik dari Ismail Fajrie Alatas.

Buku ini sebenarnya ditulis dari Ahmad Tsauri yang berisi tentang ceramah-ceramah KH. Al-Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya. Meski begitu Tsauri menyusun buku ini dengan lima mozaik di dalamnya.

Buku ini seperti rangkuman kitab Al-Hikam dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Mungkin kita butuh waktu yang lama untuk belajar dan mendalami Al-Hikam secara mendetail. Melalui penjelasan KH Al-Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya, kita dapat memahami dengan penjelasan dan contoh yang lebih sederhana. Salah satu bagian yang aku suka adalah bagaimana beberapa kali dijelaskan secara mendetail proses metabolisme di dalam tubuh.

Salah satu kutipan kalimatnya:

“Kenikmatan sekecil apapun tidak lepas dari Allah SWT. Di samping kenikmatan yang tampak bagi kita, ada pula kenikmatan yang tersembunyi atau bersifat ‘sirr’, seperti orang bersin, orang ‘wahing’, orang kena pilek. Orang kena pilek kemudian bersin, mengapa kita disuruh mengucapkan Alhamdulillah? Karena di dalamn penyakit itu ada nikmat tersendiri. Apa nikmatnya? setiap orang bersin mengeluarkan umbel atau ingus. Ingus itu bersumber dari otak kecil hingga ke ginjal. Lalu rahasianya apa sampai orang bersin disuruh mengucapkan Alhamdulillah? satu, orang bersin menggerakkan jantung yang kurang normal. Kedua, menstabilkan ginjal dan ketiga mengeluarkan segala jenis penyakit yang membahayakan, seperti lepra, kusta dan lain sebagainya, walhasil penyakit-penyakit yang berat itu dikeluarkan pada saat kita bersin, karenanya diperintahkan mengucapkan Alhamdulillah.”

Contohnya sederhana, dijelaskan dengan sederhana pula, tapi masuk akal!

Categories: #ALAMereview

ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

Aireni Biroe · December 22, 2015 at 17:48

kenikmatan yang tersembunyi itu kadang membuat kita lupa bersyukur…
ehm kata2nya jleb “50rb memang cukup mahal untuk buku ‘bekas’ tapi demi ilmu” (y) mengingat sekarang mungkin masih byk yg beranggapan buku puluhan ribu mahal tapi untuk shopping yang lain dianggap kecil

    Wahyu Alam · December 24, 2015 at 19:23

    Betul. Jadi mari kita perbanyak baca buku! 😀

Leave a Reply to Aireni BiroeCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.