Menembus Malam Bersama ‘Eka’

Published by ALAM on

Berpergian menggunakan bis memberikan kesan tersendiri. Lain hal dengan kereta api dan pesawat yang punya jadwal pasti, bepergian dengan bis ngga terikat dengan waktu. Bisa pergi kapan saja, semau kita.

Kali ini, Yogyakarta menjadi kota yang aku tuju. Aku harus mengatur jadwal keberangkatan. Jika menggunakan kereta, kita akan sampai jam sepuluh malam di kota gudeg. Tentu sungkan rasanya minta jempuat di jam-jam istirahat. Waktu penjemputan harus aku pikirkan. Meski yang menjemput merasa nyaman dan ngga ada masalah, tetapi aku selalu sungkan untuk merepotkan. Jika bisa ditangani sendiri, rasanya ngga mesti minta bantuan orang lain.

Kalau naik pesawat? Entah akan tiba jam berapa, namun yang pasti akan berat diongkos.

Jika sudah begitu, menggunakan bis menjadi pilihan. Sekarang kita atur waktu agar tiba di Yogyakarta ngga merepotkan yang menjemput.

Aku sudah beberapa kali ke Yogyakarta, beberapa pengalaman menggunakan bis ke sana, kita harus naik malam dari Surabaya agar tiba di sana pagi hari. Aku berangkat menjelang Maghrib dari Madura. Harapannya malam, sehabis Isya bisa naik bis dan berangkat ke Yogya.

Pas waktu Isya’ aku tiba di terminal Bungur Asih. Seperti biasa, terminal terbesar di Surabaya ini tak pernah sepi. Tak lupa aku tunaikan sholat Isya’, karena rasanya ngga bakal sempat sholat di perjalanan, mengingat Subuh kita akan sampai di Yogya. Hal seperti ini harus diperhatikan dalam melakukan perjalanan.

Sekarang saatnya memilih bis. Setidaknya ada empat PO yang biasa melayani perjalanan Surabaya-Yogyakarta. Sumber Kencono (Sumber Selamat), Mira, Eka dan yang baru Sugeng Rahayu. Aku sudah berminat untuk naik nama terakhir.

Bis besar pun berjejer. Di sebelah kiri adalah bis eksekutif, sedang di sebelah kanan adalah bis ekonomi. Aku mencari bis jurusan Yogyakarta. Tidak ada nama Sumber Rahayu, Bis Eka yang sudah standby bersiap menunggu penumpang satu persatu. Dari pada menunggu terlalu lama, aku melenggang, menaiki bis Eka. Untuk kelas eksekutif jurusan Yogyakarta, hanya Eka dan Sumber Rahayu yang menjadi rekomendasi dari teman.

Untuk perjalanan jauh, jika mementingkan kenyamanan, bis eksekutif bisa menjadi pilihan. Selain lebih cepat karena tidak berhenti di semua terminal, bis eksekutif terdapat kursi dengan formasi dua-dua, berbeda dengan bis ekonomi yang berformasi tiga-dua. Tentu kesannya lebih longgar.

Saat memasuki bis, di dalam kabin sudah menyala televisi dengan tayangan sinetron india di ANTV. Beberapa penumpang satu-persatu memasuki bis. Aku mengeluarkan air mineral dan menaruhnya di depan. Di kantong yang berada di belakang kursi di depanku. Bis hanya terisi delapan belas orang saat berangkat. Dengan Plat Nomor S 7055, bis Eka siap mengajakku menembus malam menuju Yogyakarta.

Kernet bis menghampiri, aku menyodorkan uang bergambar Soekarno-Hatta. Pas ngga ada uang kembali. Aku juga minta ke kernet untuk mengingatkanku jika sudah sampai Janti. Aku juga katakan kalau aku ngga tahu daerah Janti, jadi aku minta dibangunkan jika aku tertidur. Janti adalah tempat janjianku dan kawan si penjemput.

Usai membayar ongkos, aku pasang headset, memainkan music player, dan melihat timeline Twitter. Tiba-tiba aku kaget, ada kernet yang menyodorkan air minum kemasan 500 ml. Aku melihat wajahnya kaget. Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Dengan rasa ragu, aku ambil air minum itu. Benar saja, ini adalah fasilitas dari Eka untuk semua penumpangnya. Sudah mirip pesawat saja. Sederhana, tetapi sukses membuatku tersenyum sendiri. Begitu hangat sambutan Eka malam ini.

Mataku beberapa terlelap, nyaris tanpa hambatan berarti, tiba-tiba lampu kabin menyala menyilaukan mata.

Panggilan untuk makan malam di rumah makan Duta membuatku sadar, kalau aku sudah sampai Ngawi. Kulihat jam tangan, tepat pukul 23.58 WIB. Sempat kaget karena baru jam segini sudah sampai Ngawi. Sebentar lagi sudah Solo, sejam kemudian sudah Yogyakarta.

Aku prediksi bisa sebelum Subuh tiba di Yogyakarta. Semoga tidak, semoga pas adzan Subuh. Sehingga aku bisa turun di Janti dan tidak perlu ada agenda tidur di Mushola terminal.

Aku memilih menu Gulai Kambing dan teh hangat. Kedua menu tersebut lumayan membuat hangat tubuh. Beberapa saat kemudian, kami kembali ke bis dan melanjutkan perjalanan. Dua jam kemudian aku terbangun. Aku lihat tulisan di toko-toko yang berjejer di pinggir jalan. Aku mencari tulisan sudah sampai di mana. Sampai tulisan Surakarta tertulis di sebuah tembok nama sebuah dinas.

Jam dua dini hari sudah sampai Surakarta, artinya sejam lagi Yogyakarta.

Aku ngga mengabari kawanku yang akan menjemput. Aku ngga enak hati kalau merepotkannya. Artinya aku akan melanjutkan perjalanan ke terminal saja. Daripada terdampar ngga jelas di Janti.

Kernet membangunkanku, mengingatkan bahwa Janti sudah di depan. Aku membalas, kalau aku turun di terminal Giwangan saja. Kernet Eka ini begitu ramah.

Betul dugaanku. Aku sampai di terminal tepat pada pukul tiga pagi. Begitu turun aku disambut tukang ojek yang menawarkan jasanya. Aku pura-pura tuli dan mencari tempat duduk untuk bernapas. Kali ini aku benar-benar terdampat di terminal Giwangan.

Masih dalam rasa mengantuk berat, aku melirik kanan dan kiri mencari tulisan Mushola. Aku melihat kerucut yang berujung lafadz Allah ada di seberang jalan. Aku berjalan menuju Mushola dan aku merebahkan badan sebentar.

Belum puas tidur, aku sudah dibangunkan petugas Mushola yang mulai bekerja. Selang tidak lama kemudian, Adzan berkumandang.

Usai sholat, aku baru mengabarkan kawan si penjemput kalau aku sudah ada di terminal Giwangan sejak pukul tiga dini hari. Aku justru dimarahi kenapa tidak mengabarinya. Padahal jam segitu ia sudah bangun. Ah, andai tahu begitu, ngga akan ada cerita terdampar di Mushola Terminal Giwangan.

Aku masih mengingat begitu ramah dan cantiknya pelayanan Eka. Bagaimanapun, aku merindukanmu, Eka!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

7 Comments

badrus · November 19, 2016 at 15:06

kalo mau naik pas malam, dan hari besar , enaknya gimana yaa.. beli teket dulu atau langsung ke terminal saja ?

    Aditya NPU · February 7, 2017 at 14:59

    Naik dari mana om?

      ALAM · February 8, 2017 at 14:43

      Surabaya mau ke Yogyakarta

aditya npu · September 5, 2016 at 21:19

Ngomongin rumah makan duta jadi inget rawonya yg super enak waktu banyal kali pp surabaya-magelang, soal bis nya cepet banget. hehe…

Rahmah Chemist · March 27, 2016 at 13:12

Saya penumpang setia EKA. Kalo bukan EKA entahlah perjalanan terasa gak nyaman aja…

nanicell123 · December 12, 2015 at 21:45

Sugeng rahayu om bkn sumber rahayu

Nurul Al Amin · August 22, 2015 at 15:29

Bis Eka menjadi langganan kami pulang rampung Cak. Rencana besok idul adha juga pulang tp urung karena sesuatu hal.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.