Bangga Menjadi Indonesia

Published by ALAM on

“Sungguh indah tanah air beta, tiada bandingnya di dunia, karya indah Tuhan Maha Kuasa, bagi bangsa yang memujanya.”

Penggalan lagu Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki di atas seperti kata yang berangkai melukiskan keelokan Indonesia. Manusia Indonesia memang beruntung, mereka dapat menyaksikan hamparan keindahan alam kelahirannya. Padahal tidak semua manusia di belahan bumi ini bisa mendapatkannya.

Indonesia dengan tanah yang subur merupakan surga bagi miliaran jenis tumbuhan. Mulai dari rempah-rempah, tanaman obat, aneka buah-buahan, sayuran, hingga tumbuhan pelindung hidup mesra di Indonesia. Banyaknya tumbuhan pelindung seperti pohon besar di hutan, semakin membuat manusia hidup nyaman tanpa rasa takut teriknya matahari. Pohon besar yang berdiri gagah di hutan dapat berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.

Jika dilihat melalui aplikasi Google Earth, Indonesia seperti lukisan berwarna hijau tua seolah semuanya tertutup oleh dedaunan. Memang nusantara terkenal akan kekayaan hutannya. Karena Indonesialah sang paru-paru bumi. Nyaris semua manusia di muka bumi ini bernafas menggunakan oksigen “made in Kalimantan.”

Selain hutan, di Indonesia tersimpan kekayaan tidak kalah dahsyat. Sawah yang ditumbuhi padi adalah salah satu bukti kekayaan negeri ini. Lihatlah, betapa hijaunya Indonesiaku dengan beragam ekosistem terkadung di dalamnya. Hal ini tergambar dalam foto karya Adi Wiratno di Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia.

Ketika aku terbang ke Jakarta dan ke Lombok , aku terdiam dan terhenyak. Berada di udara terbang bersama burung bersayap terbuat dari besi, aku manatap nanar dari balik jendela pesawat, aku bisa melihat betapa hijaunya negeriku ini. Sama sekali tak terlihat Indonesia seperti di tayangan televisi: Indonesia yang riuh, penuh dengan hiruk-pikuk, dan begitu sesak. Rasa-rasanya negara ini sudah sangat sempit dan tak layak lagi dihuni.

Namun ketika aku lihat pulau Jawa hingga NTB dari udara, mataku menyorot tajam ke bawah, seperti sorotan tajam sepasang mata Garuda, aku dapat melihat sekaligus menyaksikan langsung bagaimana anggunnya negeri ini. Ditemani awan yang gemulai bergerak perlahan, aku menjadi saksi bahwa negara ini begitu hijau nan kaya raya. Sepanjang pulau Jawa hingga Pulau Lombok tak ada tergambar sedikitpun bahwa negara ini miskin. Aku melihat jelas, betapa hijaunya negeri ini. Gunung-gunung  tertata seperti kerucut berbaris rapi dari ujung barat pulau Jawa hingga Pulau Lombok. Tak tergambar keruwetan kota. Tak ada desak-desakan. Semuanya tergambar anggun. Gunung dan hijaunya sawah tersaji elok begitu saja. Entah siapa yang membuat Mahakarya luar biasa ini!

Masih kurang puas? Cobalah pergi ke Bandung menggunakan kereta di siang hari. Kita akan diberi hadiah panorama menakjubkan dari pegunungan di bumi Parahyangan. Dengan rel yang berkelok dan melintas di perbukitan dan persawahan, kita akan berkesempatan melihat kereta yang meliuk seperti ular. Pemandangan seperti ini sering kutemui di televisi. Memang menaiki kereta api memberikan kesan dan history yang berbeda daripada jenis kendaraan lain.

parahyangan bandung

Aku berangkat sore dari Surabaya. Menumpangi kereta Harina, aku menyusuri setiap sentimeter rel baja. Setelah seharian bersama Harina, aku merasakan udara sejuk menjurus dingin menusuk tulangku. Begitu tajam. Aku memutuskan mengenakan jaket tebalku, sambil mengusap mata yang sembab: baru bangun. Dengan nyawa yang baru setengah terkumpul, aku melihat ke pemandangan di luar jendela. Terlihat penumpang  lain juga menikmati pemandangan hijau itu. Jari telunjuk mereka sesekali menekan tombol capture di kamera sakunya. Ya, mereka mengabadikan gambar pemandangan ajaib Parahyangan. Tiba-tiba suasana di dalam gerbong berubah gelap. Aku tidak bisa melihat apapun kecuali deru gesekan roda dengan rel kereta yang terdengar. Ini bukan malam hari datang tiba-tiba di pagi yang sejuk, melainkan kereta api sedang melintasi terowongan Sasaksaat. Terowongan yang dibangun 1902-1903 dengan panjang 949 meter ini membelah perbukitan Cipedong, Bandung Barat. Inilah “fasilitas” tambahan jika kita menikmati keindahan pemandangan alam Parahyangan dari dalam kereta.

Persawahan Parahyangan merupakan satu contoh. Ada ratusan contoh yang lain. Bahkan jauh lebih menakjubkan dari keindahan panorama Indonesia. Cobalah berkunjung ke 50 taman nasional yang tersebar di delapan provinsi. Mulai taman nasional Kelimutu di Nusa Tenggara hingga taman nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera. Semua 50 taman nasional itu menunggu kedatangan kita semua, manusia Indonesia.

Benar, manusia Indonesia rasanya sangat berdosa besar jika tidak bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Mahakarya dahsyat ini. Sehingga karena-Nya kita bisa menyaksikan dan menikmati keajaiban panoramanya. Bentuk syukur yang lain dapat berupa aksi menjaga dan melestarikan keberadaannya. Tentu kita semua berharap keindahan panorama, hijaunya sawah, pepohonan yang gagah berani di hutan, keajaiban pemandangan serta segarnya oksigen masih bisa dirasakan oleh anak-cucu kita. Sehingga anak cucu-cucu kita ikut bangga menjadi manusia Indonesia. Selamanya

Sumber foto:
http://anisavitri.wordpress.com

 


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder