Alomampa 3: Menguak Aquarium Raksasa Gili Labak

Published by ALAM on

Indonesia sangat kaya akan biota laut. Raja Ampat, Bunaken dan Karimun Jawa adalah segilintir tempat populer bagi para pencinta kehidupan bawah laut. Sebuah foto yang dipost Alomampa Songennep di Twitter membuatku terbelalak. Aku ngga menyangka. Ternyatapemandangan bawah laut yang lebih sering aku lihat di televisi itu ternyata ada di Madura. Gili Labak adalah nama tempat yang mulai sedikit menggoda telinga backpackers untuk datang. Benar. Di sana terdapat pemandangan bawah laut yang masih asri dan belum banyak terjamah.

***

Gili Labak selalu mengusikku ketika Raden dan Slamet, kawan Plat-M, sampai di sana. Mereka memposting foto-foto pemandangan Gili Labak yang begitu indah. Beberapa media online juga sudah memberi perhatian lebih terhadap Gili Labak. Aku beruntung bisa difasilitasi Alomampa Songennep, beserta sembilan blogger yang lain bisa dengan nyaman pergi ke Gili Labak tanpa memikirkan bagaimana cara sampai di pulau kecil itu.

Aku begitu penasaran. Foto-foto yang dipost Raden, itu mirip seperti kondisi pemandangan di Gili Trawangan yang pernah aku kunjungi beberapa saat yang lalu. Aku ingin membuktikan, bahwa Madura tidak hanya Suramadu, Batik, Karapan Sapi, dan juga Bebek Sinjay, aku ingin eksplorasi lebih dalam lagi tentang Madura. Kali ini adalah alam bawah lautnya.

Sebelumnya, jika ingin ke Sumenep, cukup naik AKAS dari terminal Bungur Asih. Jika naik AKAS PATAS akan menempuh perjalanan kurang lebih lima jam dengan ongkos Rp52.000 per kepala. Tinggal duduk manis, sampai terminal terakhir di Sumenep.

Untuk sampai di Gili Labak, kita harus pergi ke ujung timur Sumenep, yaitu Kalianget. Dari Pelabuhan Kalianget kita naik kapal ferry kecil cukup membayar karcis dua ribu rupiah saja. Tidak sampai lima menit kita sudah sampai di Pulau Talango. Aku biasa ke tempat ini, tapi biasanya datang ke makam Sayyid Yusuf, salah satu penyebar agama Islam di Sumenep.

Nah, dari Talango, kita akan menaiki perahu lagi menuju Gili Labak dan menempuh waktu dua jam perjalanan. Sebagai catatan, perahunya tidak reguler setiap hari ada. Kita harus janjian terlebih dahulu dengan nelayan yang mau menyewakan perahunya. Tentu ini akan menyulitkan buat yang datang dari luar Madura. Aku sarankan pakai jasa Alomampa Songennep saja. Tinggal duduk dan sampai di Gili Labak. Urusan tetek-bengek mengurus perahu seperti ini, mereka sudah ahlinya ya lah.

Jika kalian penderita motion sickness alias mabukan, bersiap minum antimo atau membawa minyak kayu putih. Karena ombak yang kita terjang cukup membuat perahu bergoyang-goyang. Cukup untuk mengkocok-kocok perut. 🙂

Saat kepala sudah pening. Beberapa orang sudah mabuk. Pemandangan laut sudah biru. Tampaklah daratan kecil di ujung penglihatan. Gili Labak sudah ada di depan mata. Aku tinggal tidur bentar, karena masih sekitar sejam lagi perjalanan.

Tepat dua jam perjalanan dari Talango, kita sampai di Gili Labak. Kita berangkat tepat jam sembilan dan sampai di sana jam sebelas siang. Kepala pening dan perut mual. Kita harus berhenti sejenak menghilangkan boatlag sebelum akhirnya melakukan games, makan siang dan sholat.

Jadi Gili Labak itu ngga terlalu besar. Jika kita berjalan kaki mengitarinya butuh waktu duapuluh menit. Pasirnya putih dengan sisa-sisa karang kering berserakan. Sejauh mata memandang hanyalah birunya lautan dan pulau Madura terlihat dari kejauhan. Di Gili ini tinggal satu RT yang masih masuk dalam kecamatan Talango. Ada bekas pencoblosan pemilu di salah satu sisi rumah warga. Tidak ada penjual makanan lengkap. Yang ada ala kadarnya seperti air mineral dan mie instan. Perlu diperhatikan lagi, masyarakat di sini masih belum terlalu fasih berbahasa Indonesia. Jadi jika mau pesan mie instan, harus minta bantuan teman yang asli Madura.

snorkeling gili labak

Matahari sudah agak menjorok ke arah barat tetapi masih sangat menyengat. Jam dua siang kami memutuskan untuk memulai eksplorasi. Alomampa Songennep sudah menyediakan perlatatan snorkeling lengkap dengan pelampungnya untuk melihat langsung aquarium raksasa di lautan timur Madura.

Ini kedua kalinya aku memakai snorkel dan kacamatanya. Sayang waktu di Gili Trawangan tidak disediakan pelampung dan juga aku ngga bisa renang, jadi waktu di Gili Trawangan hanya melihat batu karang mati di bibir pantai. Aku memutuskan untuk memakai alas kaki, karena di bawah terdapat batu karang keras yang dapat melukai kaki.

Peralatan sudah terpasang. Semua bloggers sudah berubah menjadi pasukan hijau yang siap nyemplung ke laut. Adanya pelampung membuatku tenang tak takut tenggelam. Dimulai dari pinggir, yang terlihat hanya batu karang keras yang mati bercampur putihnya pasir, semakin ke tengah warna pasir putih berubah perlahan. Acropora acuminata mulai terlihat. Semakin ke tengah Acropora grandis, Montipora digitata dan Siderastrea sidereal seperti sedang menunjukkan kecantikannya. Keluarga besar Nemo juga hidup tentram dan menambah kesan cantiknya aquarium raksasa ini.

Aku melirik ke tengah laut, aneka terumbu karangnya semakin beranekaragam. Aku yakin, di tengah laut ini pemandangan seperti Bunaken dan Karimun Jawa akan ditemui. Sayang, peralatan diving terlalu mahal untuk dibeli. Selain itu, arus air laut perlahan menggerakkan badanku. Semakin ke tengah arus semakin kuat. Aku ngga berani berenang terlalu ke tengah.

Hari sudah sore. Sebelum gelap, kami memutuskan untuk kembali ke Talango. Agenda esok hari masih padat. Tak dinyana, kami dapat hadiah sunset yang dahsyat di suatu sore yang cerah. Matahari seperti tenggelam di belakang Gili Genteng. Ini seperti paket fasilitas premium yang ditawarkan Gili Labak.

Sambil melihat sunset, aku berpikir bahwa Gili Labak punya potensi. Dari awal aku menyebut pulau ini kembaran Gili Trawangan. Bedanya di Gili Labak lebih sepi, tak ada turis berjemur maupun perahu-perahu besar yang mendekat.

Semua travelers kini sedang meliriknya. Pelan tapi pasti, akan semakin banyak orang yang akan datang ke Gili Labak. Kita sebagai warga Madura perlu kerja ekstra untuk mempromosikan potensi ini juga kerja keras untuk menjaga keasrian Gili Labak. Menjaga ekosistem bawah laut harus tetap seperti sekarang. Tidak boleh ada sampah yang terbuat ke laut. Ini kekayaan alam karunia Tuhan kepada Madura. Harus kita jaga bersama.

Aku bersyukur bisa membuktikan kalau Madura punya kekayaan bawah laut yang luar biasa. Juga berterima kasih kepada Alomampa Songennep yang memudahkan akses aku dan teman-teman untuk mengunjungi tempat ini. Suatu saat aku akan kembali, Gili Labak!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

8 Comments

sellaajani · April 17, 2015 at 19:26

kalau mau sewa alat snorkling bisa di kami. sedia alat snorkle, mask, pelampung dg harga bersahabat. based surabaya. cp : sellaajani 08121740320 bb: 24c861d5

Alvseld Krpaul · April 15, 2015 at 12:43

inta inpoh sewa alat snorkle dong

rysda · December 3, 2014 at 17:02

rincian biaya dong mas 😀
klo mau ke situ.
pengen melancong ke sana dari surabaya mas.

niyasyah · October 21, 2014 at 21:20

aku juga sudah nulis dong di niyasyah.com ^^

jadi, selanjutnya kita halan-halan kemana nih?

Haqqi · October 17, 2014 at 11:02

Ahsyeeeek.. Aku juga udah nulis dooonk..

Devy Indriyani · October 10, 2014 at 18:56

apakah aktivitas diatas merupakan sebuah komunitas ya mas, kayaknya seru banget tuh..

    Wahyu Alam · October 10, 2014 at 22:46

    Betul Mbak Devy, itu bersama Komunitas Blogger Madura, Plat-M. 😀
    Ayo main ke Madura, mbak!

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.