Jalesveva Jayamahe!

Published by ALAM on

Jalesveva Jayamahe, Di Laut Kita Jaya!

Begitulah kata nenek moyang kita, bangsa Indonesia. Seorang pelaut yang tak punya rasa getir sedikitpun. Berkawan bahaya. Menantang laut. Berselimut angin. Berbantalkan ombak.

http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2010/04/04/87630_ikan_hasil_tangkapan_nelayan_663_382.jpg

Kegigihan Nelayan Indonesia. Foto: viva.id

Tatapan matanya begitu tajam. Tak banyak bicara. Tangannya terampil menarik tambang. Melupakan peluh mengucur deras. Menghiraukan terik matahari membakar kulit. Menerjang ombak berapapun besarnya. Semangat semakin membuncah di kalah wajah istri dan anak melintas. Jika sudah berada di laut, hanya ada satu pilihan: menjaring ikan. Ada bayangan senyum anak di setiap jaring yang dilepas, ada kehangatan keluarga di setiap tetes keringatnya.

Negara ini punya luas perairan 3.257.483 km². Dua pertiga dari total keseluruhan wilayah Indonesia. Pantas rasanya jika nenek moyang bangsa ini adalah seorang pelaut. Kini warisan leluhur itu masih terus dijalankan hingga sekarang. Aku melihat sosok-sosok hebat itu ada di Madura. Ya, ia adalah manusia-manusia yang sebagian umurnya dihabiskan di laut. Bagi mereka laut adalah rumah kedua, tempat yang dapat membentuk jiwa pemberani mereka. Tak peduli terik matahari dan dinginnya malam, mereka tetap pergi ke laut demi senyuman keluarga.

Madura merupakan pulau yang dikelilingi laut. Dari utara, timur, selatan dan barat semuanya adalah lautan. Warga Madura di pinggiran hidup dari laut. Nelayan adalah pekerjaan mereka untuk menafkahi keluarganya.

Bahkan orang Madura punya lagu khusus yang menggambarkan ketangguhan nelayan di Madura.

Ngapotè wak lajârâh è tangalè,
Rèng majâng tantona lah padâ molè
Mon è tengguh deri abid pajâlânnah,
Masè benyak’ah onggu le ollèna

Duuh mon ajâlling odiknah oreng majângan,
Abental ombek asapok angèn salanjânggah
Olè…olang, paraonah alajârâh,
Olè…olang, alajârâh ka Mâdurâ

Rèng majâng bennya’ ongggu bâbâjâna,
Kabileng alako bendhe nyabânah.
Olè…olang, paraonah alajârâh,
Olè…olang, alajereh ka Mâdurâ

Layar putih mulai kelihatan
Nelayan tentulah sudah pada pulang
Kalau dihitung dari lamanya perjalanan,
Tentu sangat banyak perolehannya

Duuh kalau dilihat kehidupan pencari ikan,
Berbantal ombak berselimut angin selamanya (sepanjang malam)
Olè… olang, perahunya berlayar,
Olè… olang, berlayar ke Madura

Nelayan banyak sekali hambatannya
Dapat dikatakan bekerja bermodalkan nyawanya
Olè… olang, perahunya berlayar,
Olè… olang, berlayar ke Madura

https://okilukito.files.wordpress.com/2008/09/dscn6069.jpg

Kapal Nelayan Berlayar Putih. Foto: okilukito.wordpress.com

Lagu berjudul Tanduk Majang atau Tondu’ Majâng di atas, mempunyai filosofi bahwa perjuangan orang Madura yang mayoritas nelayan, terus berjuang menangkap ikan untuk menghidupi keluarga mereka meskipun nyawa taruhannya. Lagu ini menggambarkan betapa gembiranya keluarga nelayan setelah melihat layar putih dari kejauhan, pastinya itu keluarga mereka yang telah pergi berhari–hari dan kini pulang membawa ikan segar. Kehidupan sebagai nelayan sangat keras karena harus menghadapi bahaya di laut (atemmo bhabhâjâ), mempertaruhkan nyawa (bhândhâ nyabâ), hidup berbantal ombak dan berselimut angin (abhantal omba’ sapo’ angèn), untuk menghidupi keluarga mereka.

Bagi seorang wanita, ada rasa bangga saat melihat suami datang dari laut. Kebahagian itu semakin besar saat mengetahui suaminya membawa hasil laut yang melimpah. Dan aku menyaksikan kebahagian itu dari dalam mobil. Saat aku pergi ke Pamekasan, terlihat antrian panjang saat akan melewati daerah Tanjung, kabupaten Sampang.

Aku melihat banyak wanita yang berjejer di pinggir jalan. Jalan provinsi yang menghubungkan Bangkalan dan Sumenep ini pun macet. Tersirat jelas bagaimana kebahagian yang mendalam dari wajah wanita-wanita itu. Ia semangat menjajakan hasil laut yang didapat suaminya. Berbagai jenis ikan seperti tuna, kakap, pedang, marlin, hingga tongkol tersaji begitu saja. Aroma segar ikan merasuk ke dalam mobil saat membuka jendela. Penumpang dapat langsung membelinya meski berada di dalam mobil. Pemandangan seperti ini sering terlihat di pagi dan sore hari.

Kapal Pinisi, Simbol Ketangguhan Pelaut Indonesia di Masa Lalu. Foto: indigenoussails.org

Tentu kebanggan tersendiri bagi seorang pelaut bisa membahagiakan anak dan istrinya. Karena sebenarnya melaut bukan pekerjaan biasa. Ada nilai kegigihan di setiap hembusan nafas mereka. Ada nilai kerendahan hati terlukis dari senyuman mereka. Raut muka mereka berbinar ketika melihat hasil laut melimpah. Ada nilai kesabaran dari setiap ikan yang dihasilkan.

Jauh sebelum bangsa ini bernama Indonesia. Kita masih ingat legenda kehebatan kapal Pinisi. Kisah kehebatannya telah melegenda sejak beberapa abad yang lalu. Ada makna mendalam di setiap bagiannya. Dua tiang dengan tujuh helai layarnya bermakna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia. Ini bukti ketangguhan Jiwa Indonesia sejak dahulu.

KRI Dewaruci, Simbol Ketangguhan Anak Negeri (Foto: Wikipedia)

KRI Dewaruci, Simbol Ketangguhan Anak Negeri

Ketangguhan itu masih menular. Ketangguhan itu kini hadir dari Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Dewaruci. Ia juga merupakan simbol penguasa lautan dari Indonesia. Tiga tiang utamanya diambil dari tokoh Pandawa Lima, yaitu Bima, Yudhistira, dan Arjuna. Tokoh wayang khas Nusantara.

Kekompakan kadet KRI Dewaruci adalah simbol gotong royong. Mereka bergotong royong mengembangkan layar, menghempaskan badai, hingga menantang maut demi jati diri bangsa. Kapal inilah yang mengajarkan arti kegigihan kepada pelaut Indonesia.

Kisah kegigihan nelayan, ketangguhan Pinisi dan KRI Dewaruci adalah simbol bangsa ini. Merekalah Jiwa Indonesia yang sebenarnya. Merekalah yang mengajari kita kegigihan, kerendahan hati, kesabaran dan gotong royong. Nilai-nilai luhur yang membentuk Mahakarya Indonesia. Jalesveva Jayamahe!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.