Keelung dan Kalianget
Nyasar adalah keniscayaan saat pertama kali pergi ke tempat baru. Bagi seorang pecundang, kata nyasar mungkin begitu menakutkan. Tapi bagi pengelana, nyasar adalah kenikmatan. Tak ada jalan baru, tak ada pengetahuan baru, tak ada cerita seru tanpa tersasar. Jadi, ayo pergi kesasar. Kemana saja.
Mengandalkan informasi yang disediakan oleh si mbah, kami berangkat dengan menggunakan bis bernomor 1551. Begitu turun dari bukit gajah, kami naik bis nomor 1 menuju halte tempat berhentinya bus menuju Keelung.
Kami sempat salah arah naik bis. Tetapi karena rute yang dilalui bis nomor 1 sudah berada diujung, Pak sopir menyarankan untuk tetap ikut berputar balik.
Dari rute paling ujung, kami hanya butuh tiga kali station untuk sampai di station yang aku lupa namanya. Dari stasion tersebut, kita menunggu bis nomor 1551 yang bersiap mengantarkan kita ke Keelung. Tidak sulit melihat informasi bis apa saja yang melintas di halte, karena sudah tersedian poster setiap bis yang melintas dan rute yang dilaluinya.
Bis sudah datang. Bentuknya berbeda dari bis dalam kota Taipei. Usai pak sopir mengangguk menandakan bis ini akan menuju Keelung. Kami tempelkan easy card. Ternyata Kami tidak bisa menggunakan easy card. Analisa kami sederhana: karena kami akan pergi menuju keluar kota Taipei.
Menurut si mbah, butuh waktu sekitar 46 menit untuk menuju Keelung. Cuaca mendung dan di beberapa titik gerimis mulai turun. Kami gunakan waktu di dalam bis untuk tidur. Sesekali bangun jika melihat pemandangan menarik seperti saat melintasi terowongan yang membelah bukit.
Setelah ke Taoyuan, inilah kota kedua yang kami kunjungi. Meski sebenarnya Keelung masih berada dalam area New Taipei City.
Bis terus melaju. Jalanan lancar. Aku membangunkan Saide, aku tunjukkan kalau di depan terlihat pelabuhan dan air laut berwarna keperakan. Inilah pemandangan laut pertama yang kami lihat setelah terakhir kali September lalu, tepatnya di Singapura.
Bagi orang Madura sepertiku, melihat laut itu biasa. Mungkin karena sudah lama tidak melihat laut, aku exciting ketika kembali bisa melihat pelabuhan. Ingatan tentang pelabuhan indah di Madura kembali memenuhi kepala.
Bis berhenti dan sopir memberi kode kepada kami, kalau kami sudah sampai ke tujuan. “Keelung station?†tanyaku ke sopir. Aku hanya dibalas dengan anggukan dan senyum.
Begitu turun, kami tidak lupa menunaikan ibadah berfoto di beberapa spot yang menarik. satu-dua foto tersimpan di iPhone-nya Saide.
Keelung City ternyata kota pelabuhan. Di salah satu bukit terlihat tulisan ‘KELUNG’ seperti tulisan HOLLYWOOD yang legendaris. Selain itu, kawasan ini meningatkanku dengan kawasan pelabuhan Kalianget di Madura. Selain menjadi tempat bersandarnya Belanda, Kalianget menjadi pusat bisnis di ujung timur Madura. Di dekat pelabuhan juga terdapat terminal bus dan juga stasiun kereta api.
Begitu juga dengan kawasan pelabuhan di Keelung City ini. Pelabuhan modern terlihat begitu mempesona dengan kapal-kapal yang beristirahat, di sisi pelabuhan terlihat kesibukan masyarakat yang luar biasa. Beberapa penumpang bis hilir mudik mencari bis tujuannya, selain itu beberapa aktivitas penumpang kereta juga terlihat keluar-masuk dari Keelung Train Station. Inilah Keelung, pusat bisnis di ujung timur laut Taiwan.
Lokasi yang berada di dekat laut, membuat angin laut semilir menembus jaket merahku. Aku kedinginan dan sepertinya butuh penghangat. Aku pergi ke Starbucks untuk mencari segelas kopi panas. Mochaccino menjadi penghangat tubuh sebelum melanjutkan perjalanan ke Bitou.
Kami harus sadar, jika niat ke Keelung City hanya untuk transit menuju Bitou.
Kami perlu bertanya ke sana kemari untuk benar-benar memastikan jika kami harus menaiki bus 971 menuju Bitou. Di saat bertanya di dalam Keelung stasion, kami bertemu sekumpulan anak muda yang menggunakan pakaian tradisional Cina dan Jepang. Sepertinya mereka sedang bertetrikal di tempat umum. Kami ajak mereka untuk berfoto.
Setelahnya kami melangkah mencari bis ke Bituo.
0 Comments