KKN Hari 3: Pelajaran Pertama “Man Jadda Wajada”
Dua hari setelah istirahat di rumah Pak Klebun sambil berinteraksi dengan masyarakat, di awal minggu tepatnya hari senin, kami kelompok 14 bergegas untuk melaksanakan beberapa program yang sudah bisa dilakukan pada hari senin ini. Menurut hasil diskusi dengan Pak Klebun di malam senin, kami membagi kelompok menjadi dua. Kelompok pertama pergi ke Sekolah Dasar Rangperang Laok 1 untuk menemui kepala sekolah, kelompok kedua pergi ke Pondok Pesantren untuk bertemu pengasuh pondok pesantren. Meski Pak Klebun sudah mengatakan bahwa beliau sudah izin ke Pak Kyai pengasuh pondok pesantren namun kami juga harus bertemu dengan Pak Kyai terlebih dahulu untuk minta izin membantu Pondok Pesantren yang dilengkapi dengan Madrasah Aliyah (MA) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah).
Sebelum berangkat, kami melihat kondisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tepat berumur satu minggu di rumah Pak Klebun. Anak-anak Rangperang Laok didampingi orang tuanya semangat pagi-pagi sudah berkumpul di rumah Pak Klebun untuk belajar membaca. Orangtuanya pasti menginginkan anaknya kelak menjadi orang pintar dan bisa sukses, pasti. Seorang guru pengajar yang didatangkan khusus dari desa sebelah oleh Pak Klebun terlihat begitu semangat mendidik anak-anak kecil itu. Meski kondisinya bersesak-sesak karena PAUD ini belum dilengkapi dengan peralatan belajar yang biasa aku lihat di PAUD di kota seperti meja untuk anak-anak menulis. Akibatnya mereka harus menulis dengan meletakkan buku tulisnya di lantai. Namun itu tidak mengurangi semangat mereka belajar.
Pak Klebun memberikan kode untuk kita sarapan di belakang, karena tempat yang biasanya digunakan kami untuk sarapan sedang dipakai untuk proses pembelajaran PAUD. Selesai makan kami langsung membelah menjadi dua. Kami berpamitan ke Pak Klebun dan berangkat ke tempat sesuai kelompok masing-masing. Aku, Lina, Muhyidin, Rofal dan fotografer Adit jalan kaki menuju Pondok Pesantren yang terletak sekitar 500 m dari rumah Pak Klebun tempat kami menginap.
Diskusi dengan pengajar di ruang guru
Sesampainya di “dhalem” –rumah- pak Kyai kami tidak bisa bertemu pengasuh pondok pesantren karena sedang keluar, tapi kami diajak untuk menemui kepala MTs dan MA. Di kantor ternyata Cuma kepala kepala sekolah MTs yang masuk, sedangkan kepala MA tidak masuk. Kami berdiskusi sebentar di kantor. “Kami sangat senang apabila ada mahasiswa yang KKN di Rangperang Laok, karena akan membantu proses mengajar mengajar di sekolah ini karena guru-guru di sini jarang masuk, mas” keluh Kepala MTs kepada kami. Kami juga menekankan kami Cuma bisa membantu untuk mengajar mata pelajaran sosial saja, kami tidak bisa mengajar mata pelajaran yang berhubungan dengan agama seperti Fiqih, Akhlak dsb. Mereka memaklumi hal itu.
Man Jadda Wajada di kelas 9 MTs
Man Jadda Wajada di kelas XII MA
Akhirnya kami diberi waktu untuk mengisi beberapa kelas yang kebetulan sedang tidak ada gurunya. Aku bertugas mengajar kelas 9 MTs. Didampingi guru untuk memberikan pengantar, akhirnya aku berbicara di depan kelas. Memandang satu persatu siswa kelas 9 MTs ini dan mulai berpikir mengisi apa yang tepat untuk mereka. Tidak ada persiapan sama sekali dari markas KKN di rumah Pak Klebun. Setelah memperkenalkan diri, sambil melihat wajah lugu mereka akhirnya aku cerita tentang novel Negeri 5 Menara dengan semangat Man Jadda Wajada. Mereka dengan fokus melihatku yang sedang berdongeng di depan kelas. Matanya penuh semangat memandangku dan membayangkan cerita tentang semangat Alif Fikri –tokoh Negeri 5 Menara- menggapai impiannya belajar di luar negeri meski dengan keterbatasan yang dia miliki, dengan semangat Man Jadda Wajada dia bisa. Man Jadda Wajada menjadi pelajaran pertama bagi 9 MTs dan 12 MA di hari pertama aku mengajar. Lumayan latihan mengajar.
Man Jadda Wajada di kelas XII MA
Di hari pertama ini aku ingin memberikan mereka semangat untuk mempunyai semangat, mempunyai harapan, mempunyai cita-cita, mempunyai mimpi. Jangan pasrah dengan keadaan. Bagaimanapun keadaannya, kita pasti bisa asal ada kemauan. Karena menurut guru di sini, keinginan menyekolahkan anak-anaknya bagi orang tua siswa di desa ini sangat rendah. Bahkan ada beberapa yang sudah berhenti sekolah di tengah jalan karena beberapa alasan, tragisnya lagi ada yang izin berhenti sekolah untuk menikah. Meski masih aktif sekolah, tapi orangtuanya mengizinkan mereka kuliah dini. “bahkan ada yang masih SMP, mas. ya kita mau bagaimana lagi?”, ujar salah satu pengajar di MTs. Hal itu dibenarkan ketika aku tanyakan langsung ke teman-teman yang sudah kelas 12 MA. Bahkan ada teman sekelas mereka yang sudah bersuami tapi kebetulan sedang tidak masuk. Kelas yang beranggota 11 orang dengan 3 laki-laki sisanya perempuan ini sangat cair ketika aku tanya-tanya tentang kehidupan remaja di sini. Mereka terdiam ketika aku bertanya siapa yang mau melanjutkan kuliah setelah lulus MA? ada satu orang yang langsung mengacungkan tangan, ada beberapa yang malu-malu. Ada juga yang mantap diam, mungkin memang tidak ada di dalam pikiran mereka melanjutkan ke bangku kuliah, mungkin juga faktor utama adalah dukungan orang tua kurang. Oleh karena itu pelajaran pertama di hari senin adalah Man Jadda Wajada.
Dengan sesekali menirukan stand-up comedy yang membuat mereka terpanting-panting ketawa, aku memang lebih senang mengajar dengan gaya have fun karena hal itu akan lebih mudah ilmu masuk ke pikiran mereka. Terbukti mereka sangat senang jika aku tanya bagaimana caraku mengajar di akhir jam mata pelajaran. Mereka meminta besok aku mengajarnya lagi. Aku sangat senang di hari pertamaku mengajar di MA dan MTs ini.
4 Comments
SlameTux · January 31, 2012 at 00:54
Hmm… ngajar MTS ya? semangat ya menjalani KKNnya!
phrairin · January 31, 2012 at 01:50
semangka…Semangat Kakak…
wkwkwkwk
wahyualam · January 31, 2012 at 09:12
Thanks mas bro. 🙂
elvira157 · January 31, 2012 at 00:41
sepertinya menyenagkah, baru pertama kali ngajar ta mas?? 😀