Menjemput Sepeda Kuning di Penjara NTU

Published by ALAM on

Memanfaatkan fitur marketplace di Facebook, Sabtu malam aku beli sepeda bekas. Aku berencana taruh di NTU, karena dekat dengan Gongguan, setelahnya aku pulang ke Yonghe bersama istri dan anak. Ternyata saat tiba di Gongguan, sepertinya ada acara pameran di NTU yang mengakibatkan situasi penuh sesak, baik dengan manusia ataupun sepeda.

Aku bingung parkir dimana karena semua area di dekat terminal Gongguan sudah penuh. Akhirnya aku memilih memarkir di dekat restoran Coco karena dekat dengan pintu MRT dan berjejer dengan sepeda-sepeda yang lain..

Senin pagi, aku mampir ke NTU untuk membawa sepeda ke NTUST. Aku kaget karena sepedaku lenyap alias hilang. Aku hanya melihat satu pengumuman bertuliskan bahasa Mandarin yang tak kumengerti. Aku mencoba berkeliling di sekitar area restoran Coco, melihat dengan seksama, mencari sepeda berwarna kuning. Aku agak lupa-lupa ingat bentuk sepedaku, karena aku baru memakai 30 menit kemarin malam.

Memang sih, jika kita parkir sembarangan atau parkir melebihi batas waktu, maka akan ada petugas yang memindahkan. Aku tahu cerita ini lama, tapi baru kali ini aku mengalami sendiri.

Aku mau tanya ke petugas restoran Coco, mereka baru belum buka sepenuhnya, lagian mereka pasti tidak mengerti. Aku tanya ke mbak-mbak yang sedang berjalan, sayangnya dia bukan mahasiswa NTU, jadi dia tidak tahu. Aku tidak mau dong, kehilangan sepeda seharga 1300 NT hanya dengan menyerah begitu saja. Aku menghentikan mahasiswa NTU dan bertanya kepadanya.

Dia langsung mencari informasi di website NTU dan menelpon ke staf terkait dan akhirnya dia tahu dimana letak sepedaku. Aku diminta pergi ke tempat sejauh satu kilometer dari tempatku berdiri, dia mencarikan lokasinya via Google Map di ponselku lalu aku berterima kasih dan melenggang pergi.

Aku berjalan kaki menuju lokasi dan terpaksa bolos satu mata kuliah. Sampai dilokasi, mataku menyorot ke seluruh penjuru arah mencari parkiran sepeda. Aku datang ke parkiran sepeda terdekat, tidak terlihat sepeda baruku, aku terus melangkah dan mencari-cari jejeran sepeda-sepeda.

Rasanya aku terlihat seperti orang mencurigakan karena dengan seriusnya melirik ke kanan dan kiri. Sampai-sampai ada seorang wanita bertanya. Aku katakan apa yang aku cari, dengan cepat dia tunjukkan arah tempat sepeda.

Begitu sampai di pintu gerbangnya, aku langsung bergumam dalam hati:

Selamat datang di penjara sepeda!

Ada ribuan sepeda terparkir, beberapa terlihat sudah lama terparkir di situ. Aku berjalan melambat mencari deretan sepeda yang terlihat baru diturunkan dari mobil pengangkut. Mataku dengan cepat menemukan sepeda kuningku terparkir dengan rantai di rodanya, rantai panjang itu juga melilit sepeda yang lain.

Aku bertanya ke seorang tukang servis sepeda, dia memintaku untuk memoto barcode yang tertempel sepeda dan menyerahkan ke kantor yang berada di pintu masuk. Aku kaget dong, kapan petugas itu masang barcode di sepedaku. Lagian buat apa coba dimasangi barcode satu demi satu ke sepeda yang dipenjara.

Aku kaget ketika semua sepeda yang dipenjara ditempeli barcode. Lalu aku ketemu petugas yang lain, memintaku membuka kunci sepeda dan mengajak ke kantornya. Sambil jalan dia minta ARC (identitas pengganti paspor) dengan ramah sekali. Padahal aku sudah siap dimarahi, karena aku paham aku salah.

Lalu aku diminta mengiai form pendataan di komputer yang telah disediakan dan diminta membeli stiker barcode baru seharga 10NT.

Di kantor yang mirip dengan pelayanan dispenduk ini, petugas menunjukkanku website mybike.ntu.edu.tw. Seketika aku mengerti kalau ini adalah penjara sepeda ini di bawah naungan kampus NTU. Katanya aku sekarang boleh parkir dimanapun di NTU, jika nanti sepeda diangkut lagi oleh petugas maka aku akan di-SMS. Stiker barcode tadi akan memudahkan mengidentifikasi kepemilikan sepeda.

Penampakan sepedaku di kampus NTU

Tidak ada denda ternyata, hanya diminta beli stiker.

Aku harus segera ke kampus, akhirnya aku berpamitan dan ngga sabar menempel stiker baru di sepeda baru.

Jarak kantor ke tempat sepedaku sekitar 400m, karena memang luas sekali penjara sepeda NTU ini. Dapat tujuh langkah tiba-tiba aku dipanggil petugas yang lain:

Brother.. Brother.. This is your bike!

Aku terkaget karena tiba-tiba sepedaku sudah ada di belakangku. Petugas yang lain sudah membantu melepas rantainya dan membawanya ke kantor. Ah, aku tersipu malu, kaget dan senang. Ngga menyangka pelayanan penjara sepeda NTU ini begitu ramah dan menyenangkan. Mereka sangat serius menyiapkan sistem manajemen parkir sepeda untuk seluruh civitas kampus.

Aku sudah membayangkan betapa ribetnya urusan sepeda ini. Kampus harus menyediakan lahan, membangun kantor, lalu membentuk divisi khusus sepeda. Berapa pendanannya, bagaimana SOPnya, apa saja sistem, software dan hardware yang diperlukan. Pastinya ngga semudah dibayangkan.

Yang aku tahu, salah satu SOPnya berkeliling kampus dan menyita sepeda yang parkir sembarangan. Sebelum mengangkati sepeda ke atas pikap, petugas harus memasangi barcode, difoto, dan semuanya diupload di web. Bagi yang sudah ada barcode, sistem akan mengiriman SMS, yang belum tunggu saja, toh sudah ada pengumumannya di website.

Untuk urusan sesederhana sepeda saja mereka menggunakan website, barcode, dan sistem pelayanan yang terbaik, bagaimana dengan pelayanan yang serius seperti: kurikulum, riset, kerjasama industri, hingga kemahasiswaan?

Kita, setidaknya aku, banyak belajar dari penjara sepeda NTU!

Categories: #ALAMenulis

ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

1 Comment

M. Faizi · January 15, 2021 at 09:28

Jika kita hanya ingat masalah sepedanya, kita merasa ini sepele. Tapi kalau ingat soal kedisiplinan, maka ini sangat serius karena terkait soal investasi pendidikan karakter saya kira. Salut

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.