Merajut Cita Orang Tua: Menenun Bahasa Madura

Published by ALAM on

Orang tua mereka dahulunya bersahabat. Semangat orang tua mereka membuat standar bahasa Madura begitu membuncah. Namun usia mereka menjadi pembatas. Kini orang tua mereka lebih senang menimang cucu dari pada memikirkan bahasa Madura. Tetapi tak sedikit pun mengurangi rasa cintanya kepada Madura. Rasa cinta orang tua mereka kepada Madura begitu besar. Tak bisa diukur dengan apapun.

Kini mereka ingin merajut kembali cita orang tuanya. Melanjutkan keinginan yang belum terlaksana. Mereka adalah dua orang dengan latar berbeda. Yang satu sastrawan, yang satu lagi pakar teknologi. Dua bidang berbeda, namun punya visi yang sama: menenun bahasa Madura.

Mereka kenal satu sama lain dari orang tuannya. Sebatas mengenal nama, tak pernah sekalipun mereka bertatap muka. Padahal ada jiwa persahabatan orang tua mengalir di darah keduanya.

Komunitas blogger Plat-M punya kesempatan luar biasa untuk mempertemukan keduanya. Menjadi media untuk merajut kembali mimpi kedua orang tua mereka. Bergandengan tangan, bersama-sama, menenun bahasa Madura.

Adrian Pawitra. Nama yang ngga asing bagiku. Aku mengenalnya sebagai penulis fenomenal. Namun, pertemuan pertamaku terjadi beberapa bulan lalu. Ia menulis kamus bahasa Madura – bahasa Indonesia setebal 743 halaman. Suatu Mahakarya Indonesia yang fenomenal. Menulis kamus tentu berbeda dengan menulis novel. 743 halaman novel tak bisa disamakan dengan 743 kamus berbahasa Madura. Ini bukan karya biasa. Butuh kesabaran dan kegigihan mahadahsyat untuk menyelesaikannya. Ia salah satu orang paling penting dalam peradaban bahasa di Madura.

Firdaus Solihin. Ia adalah dosenku. Salah satu dosen favorit di Universitas Trunojoyo Madura. Kalau boleh jujur, aku suka menirukan gaya kepemimpinannya saat menjadi kepala jurusan teknik informatika. Dosen yang sempurna: paham teori dan tahu prakteknya. Tak banyak dosen yang begitu. Belakangan ia meliris mahakarya yang sudah disiapkan sejak lama. Kemampuannya di bidang teknologi lantas tak membuatnya lupa akan tanah kelahirannya. Bersama mahasiswanya, ia membuat kamus bahasa Madura digital. Aku tahu betul bagaimana rumitnya membuat aplikasi ini. Butuh waktu lama untuk merancang algoritma sehingga bisa berjalan sempurna. Meski belum sempurna, secara resmi kamus digital bahasa Madura sudah bisa diakses di madura.web.id.

***

Tak seperti biasanya, ada rasa was-was ketika berangkat ke acara yang diprakarsai Plat-M. Berbeda dengan acara yang biasanya, ini lebih dari sekadar acara. Ada momen di dalamnya. Momen pertemuan dua tokoh Madura. Dan aku harus menjadi moderator untuk pertemuan kolosal ini.

Markas Plat-M kali ini akan menjadi tempat bersejarah. Pertemuan besar tak harus di tempat yang mewah. Rumah sederhana dengan beralaskan tikar dan beberapa piring pisang keju menjadi saksi sejarah pertemuan langka ini. Keduanya orang sibuk. Nyaris tak ada waktu untuk bisa bertemu. Lebih tepatnya ngga ada mediator untuk bertemu.

Obrolan Tentang Madura (OTEMA) episode ketiga menjadi panggung bagi keduanya. Inilah saatnya bagiku untuk mewakili teman-teman berdiskusi, belajar bersama dan tak lupa untuk menyebarkan ilmu ini kepada masyarakat luas.

Layar projector memberikan warna di backdrop putih yang tertempel. Terlihat beberapa mention di Twitter telah meramaikan #OTEMA. Diskusi mulai berlangsung, aku memulai dengan pertanyaan sederhana, “Mengapa harus buat Kamus Bahasa Madura? Baik cetak maupun digital?”

Pak Adrian bercerita panjang lebar tentang bagaimana perjuangannya sembilan tahun menulis kamus itu. Pak Firdaus menjelaskan kisah kecilnya bersama orang tua yang berakhir pada ide membuat kamus digital. Dan akhirnya kedua cerita berujung pada suatu muara: ayah mereka adalah seorang sahabat.

Diskusi berlangsung menarik. Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari setiap peserta. Bahkan banyak pertanyaan yang datang dari Twitter. Pak Adrian dan Pak Firdaus menjawab dengan sabar satu per satu pertanyaan. Mereka sangat antusias bercerita kepada anak-anak muda tentang pentingnya melestarikan bahasa Madura.

Bahasa Madura adalah bahasa keempat yang paling banyak digunakan di negeri ini setelah bahasa Indonesia, Jawa, Sunda dan Madura.Belakangan muncul kekhawatiran yang luar biasa. Beberapa berita meliris sebuah prediksi tentang kemusnahannya. Bahasa Madura diprediksi akan musnah 50 tahun lagi. Meski berlebihan, tetapi indikator pendukung memang sudah terjadi.

Namun Pak Adrian tetap optimis,“Selagi masih anak muda seperti Plat-M, bahasa Madura akan tetap ada meski 100 tahun lagi, tentu perlu upaya ekstra untuk membuat anak muda Madura bangga akan bahasanya sendiri”.

Selain kamus versi cetak, peran teknologi juga akan mempengaruhi penggunaan bahasa Madura. Pak Firdaus memanfaatkan kegemaran anak muda akan teknologi, dengan membuat kamus digital bahasa Madura. Ia berharap, dengan adanya teknologi ini, anak muda juga lebih bersemangat mempelajari bahasa Madura.

Di akhir acara, Pak Adrian dan Pak Firdaus saling bertukaran nomor ponsel. Sejurus kemudian mereka larut dalam pembicaraan pribadi. Aku tersenyum bahagia melihat pertemuan keduanya. Aku membayangkan orang tua mereka dahulu juga berdiskusi seperti mereka, dengan topik yang sama, tentang bahasa Madura.

Sebagai anak muda, aku bersama Plat-M harus ikut turun tangan. Bergotong-royong bersama-sama, dengan kegigihan luar biasa, untuk menenun kembali bahasa Madura.

Pak Adrian dan Pak Firdaus bergotong royong untuk melestarikan bahasa Madura, salah satu Jiwa Indonesia yang harus dibanggakan.

Ngga ada yang bisa kita lakukan kecuali, mendukungnya!

OTEMA 3 - Menenun Bahasa Madura Plat-M Mei


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

1 Comment

Umar Fadil · May 25, 2015 at 14:08

Kamusnya pinjem dong….

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.