Pelajaran dari Sudirman Said

Menteri ESDM Sudirman Said mengikuti Rapat kerja dengan Komisi VII DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/12). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho
“Saya tidak tahu.â€
Begitulah kalimat yang sering dilontarkan oleh Sudirman Said saat diwawancarai program Mata Najwa dan 1 Indonesia. Nama Sudirman Said belakangan sering menghiasi media Indonesia. Sampai kami pun yang berada di luar negeri juga mendengar keriuhan tersebut.
Tetapi saya tidak mau membahas apa yang terjadi, bagaimana konfliknya, atau siapa yang benar dan salah. Tetapi yang menarik dan perlu dipelajari adalah bagaimana proses dan cara berpikir Sudirman Said. Ada banyak hal yang kita pelajari.
Dari tiga program televisi tersebut, dua di Mata Najwa dan sekali di 1 Indonesia, terlihat ia begitu tenang dan menyampaikan hal yang sebenarnya sangat rumit menjadi sederhana. Saya harus menulis kata ‘sangat’ untuk suatu urusan berjudul DPR dan Freeport.
Sekalipun Sudirman Said lulusan luar negeri, ia tidak banyak menggunakan kata ‘saya’, ‘menurut saya’, ‘ini salah, itu salah’, tetapi ia berbicara sesuai apa yang dia ketahui, berdasarkan data, bukan berdasarkan asumsi apalagi spekulasi.
https://youtu.be/7OHbV-6wFG0
Hal ini terlihat dari kalimat “saya tidak tahuâ€, yang sering dia lontarkan saat ditanya hal-hal yang detil oleh presenter. Pelajaran bagi kita, janganlah menjadi seorang sok tahu dan seolah paham segala hal. Karena seolah-olah paham di banyak hal, kemudian kita sibuk berkomentar, berspekulasi, berasumsi segala hal di media sosial. Meski sebenarnya tidak semua hal kita ketahui, kita beranggapan semua hal harus kita komentari.
Jika tidak bisa berkomentar sesuai data dan fakta yang ada, maka lebih baik diam.
Meminjam istilah Anies Baswedan, Republik ini butuh optimisme. Karena optimisme dan pesimisme itu sama-sama menular. Jangan menyebar informasi yang masih abu-abu, apalagi di sosial media. Sebarkanlah informasi yang benar-benar kalian ketahui. Jika kalian merasa tidak tahu banyak hal, maka cukup sebarkanlah informasi yang bersifat menumbuhkan optimisme, jangan sebaliknya.
https://youtu.be/UySSZE5YxEs
Belakangan banyak sekali berita atau informasi yang simpang siur, berita negatif, berita pembunuhan, berita kecelakaan, berita korupsi, dan berita negatif lainnya. Cukuplah media konvensional yang sibuk mengomentarinya. Kita tidak boleh menambah runyam suasana dengan menebar pesimisme di negeri ini.
Ingat pesan Presiden kepada blogger Kompasiana beberapa waktu lalu, sosial media berperan sangat vital untuk membentuk opini publik. Sebarkanlah optimisme.
“Tulisan seharusnya bisa membuat optimisme publik. Dorong integritas, maka etos kerja dan berisi harapan-harapan ke depan yang cerahâ€, ujar Jokowi di Istana Negara, Sabtu (12/12/2015)
Sekali lagi Sudirman Said memberi pelajaran kepada kita: berbicaralah berdasarkan fakta. Bukan spekulasi apalagi asumsi.
Sudirman Said juga mengajari kita tentang keterbukaan. Sering sekali ia mengatakan “rentang waktu kejahatan di era keterbukaan semakin pendek.†Menurutnya di era keterbukaan sosial media, semua kejahatan akan muncul ke permukaan lebih cepat dari biasanya.
Melalui kasus besar ini, Sudirman Said sebenarnya sedang menyampaikan pesan kepada kita semua, terutama pemuda Indonesia untuk berani dan tegas. Apapun jabatan yang kalian tempati saat ini, utamakan kepentingan bersama. Jangan pernah beri jalan kepada pihak-pihak yang ingin mengutamakan kepentingan pribadi. Apalagi ini menyangkut nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembelajaran dari Sudirman Said kali ini sangatlah mahal. Jika di dalam kelas, media pembelajaran bisa berupa slide, papan tulis, spidol, kapur atau alat peraga lainnya. Di kasus ini, Sudirman Said menggunakan media pembelajaran yang berbeda: mega proyek bernilai ratusan triliyun. Sudah sepantasnya, kita sebagai rakyat biasa bisa serius mencatat hal menarik dari pembelajaran mahal.
Saya masih yakin, Indonesia punya banyak stok orang baik. Indonesia adalah tempat bagi manusia-manusia yang berintegritas. Bukan tempat bagi manusia yang suka memberantas.
0 Comments