Perayaan Hari Terakhir Bersama Remas Al-Kabir

Published by ALAM on

malam terakhir remas Al-Kabir

Puasa di desa ngga lepas dari aktivitas tadarus. Di desaku, selalu ada kegiatan rutin yang dilakukan pada hari terakhir tadarus. Setelah hatam 30 juz untuk kesekian kalinya, kami mengadakan makan bersama di masjid.

Hari keduapuluh delapan puasa. Artinya esok sudah terakhir puasa. Tahun ini diprediksi berpuasa 29 hari. Ada aktivitas rutin yang harus dilakukan di Masjid Al-Kabir Desa Kebun Labang Laok. Tadarus hari terakhir biasanya dibarengi dengan makan bersama. Kebersamaan ada salah satu kenikmatan yang diberikan Ramadhan.

Ustadz Harun sebagai ketua panitia tahun ini menarik sumbangan dari beberapa jemaah yang gemar ke Masjid. Biasanya kami masak bebek bersama-sama. Masjid Al-Kabir lebih ramai dari biasanya. Ada yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an, ada juga yang bertugas membersihkan bebek dan memasaknya, ada juga yang menjadi tim hore-hore.

Habis Taraweh, aku bersantai sejenak di pelataran masjid. Biasanya aku selalu didaulat menjadi koki untuk memasak bebek di akhir Ramadhan. Hal ini sudah berlangsung dua tahun belakangan. Aku pun bersiap jika hari ini harus memasak lagi. Dengan bumbu yang aku dapatkan dari si mbah, aku meracik bebek seperti sajian restoran. Dua tahun selalu begitu, dan banyak yang suka bumbu ala internet.

Selang beberapa lama aku dapat kabar, kalau malam ini kita ngga bakal masak bebek. Biar cepat uang yang terkumpul dibelikan bebek di Tanah Merah. Sejam perjalanan dari Desa Kebun. Bersama Maddiduk, Ustadz Harun pergi ke Tanah Merah selepas Ashar menggunakan motor. Tentu ada positif-negatifnya. Positifnya ngga perlu repot membersihkan bebek dan lama menunggu masak. Negatifnya momen kebersamaan saat memasak jadi hilang.

Beng Natik malam itu menjadi koki untuk memasak nasi. Dalam bahasa Maduranya ajáreng. Mbak Diana mendapat tugas untuk memasak telor sebagai pelengkap. Sambal pedas dipersembahkan oleh Fendi. Ngga lama nasi, telor dan sambal sudah siap. Madoel ditemani Ki-in sudah membaca ayat-ayat terakhir Juz Amma. Kak Harun menyiapkan tiga lembar utuh daun pisang.

Ngga lama Parman, Sahrul dan Maddiduk menggelar daun pisang. Dua daun untuk anggota dewasa, sisanya untuk anggota junior. Aku bagian mengabadikan momen saja. Kebersamaan warga desa Kebun tersaji malam itu di Masjid Al-Kabir. Tua muda berkumpul bersama, makan bebek bersama, dan bersuka cita menyambut Idul Fitri.

Malam kebersamaan ditutup dengan minum es kelapa muda dan kopi ala bos Is. Bahkan Tadz Harun masih sempat menelpon saudaranya yang ada di Arab Saudi via Facebook chat. Beberapa gambarku dikirim, agar yang di Arab sana mengetahui kebersamaan malam yang indah ini. Dan kabar perayaan di malam terakhir Ramadhan pun telah sampai hingga ke Arab Saudi.

Momen ini, setahun sekali, tapi harus tetap dijalani, sampai kakek-nenek nanti.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.