Borobudur: Sejuta Relief Penuh Makna dan Magis
Meski tak bersuara, candi ini seperti berbicara panjang tentang sejarahnya di masa lalu. Seperti data yang banyak ditulis para ahli, mulai dari desain, sejarah, budaya, hingga falsafah terkandung dalam setiap reliefnya. Penempatan-penempatan stupa mempunyai makna tersendiri. Beberapa bagian relief diperkirakan berkaitan langsung dengan astronomi pembuatan Borobudur. Begitu istimewa.
***
Kepada para pengunjung, loket karcis akan tutup 15 menit lagi. Jika ingin masuk ke area Candi Borobudur, mohon segera membeli karcis di loket. Terima kasih! Begitulah seruan pengelola candi terdengar dari speaker TOA. Suaranya menyeruak, menembus jejeran bis pariwisata yang sedang parkir. Aku meloncat dari bis. Setengah berlari, aku bergegas berpacu dengan pengunjung lain menuju loket.
Sinar matahari terlihat meredup. Seakan berpamitan untuk kembali ke peraduannya. Suasana sejuk menembus kulit tropisku, ditambah pemandangan hijau menjadi menu pembuka bagi setiap pengunjung yang datang.
Sesekali, kicauan burung bersahutan dengan suara serangga, membentuk alunan orkestra, merelaksasi pikiran dan menenangkan jiwa. Sungguh ucapan selamat datang yang sempurna, seolah-olah aku melihat Candi Borobudur tersenyum menyambutku. Aku berjalan lebih cepat, mendekatinya, tak sabar ingin melihat, meraba dan mengamati Potret Mahakarya luar biasa bangsa Indonesia.
Borobudur, candi yang awalnya hanya aku lihat dari buku atlas saat masih SD hingga SMP, kini terpampang di depan mata. Aku tak mampu bersuara. Langkah kakiku melambat. Bahkan, aku tak sempat terpikir untuk sekadar mengambil gambar. Aku terpukau.
Struktur dasar punden berundak, dengan enam pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncak bangunan raksasa, terhampar begitu saja di hadapanku. Dikelilingi bukit kecil yang hijau, memanjang dari arah barat ke barat daya, dari timur hingga ke tenggara. Dari jauh terlihat Gunung Merapi dan Merbabu seperti membentengi bangunan peninggalan abad ke-8 ini.
Kakiku terus melangkah. Tangga demi tangga kutapaki. Satu persatu relief yang tersusun rapi, kuamati dengan pandangan kagum.
Meski tak bersuara, candi ini seperti berbicara panjang tentang sejarahnya di masa lalu. Seperti data yang banyak ditulis para ahli, mulai dari desain, sejarah, budaya, hingga falsafah terkandung dalam setiap reliefnya. Penempatan-penempatan stupa mempunyai makna tersendiri. Beberapa bagian relief diperkirakan berkaitan langsung dengan astronomi pembuatan Borobudur. Begitu istimewa.
Kalau kulihat, konstruksi bangunan merupakan tumpukan batu yang diletakkan di atas gundukan tanah. Hebatnya, setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat lain. Disambung berdasarkan pola dan ditumpuk begitu saja.
Lihatlah, dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.Stupa utama terbesar terletak di tengah sekaligus menjadi mahkota, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna.
Sebuah kepercayaan, bahwa cita-cita akan terkabul jika tangan kita bisa mengenai patung Kunto Bimo, membuat patung tersebut sering dikunjungi. Meski pada akhirnya aktivitas ini dilarang, karena berbahaya dan mengancam keberadaan candi.
Megahnya bangunan yang mempunyai relief-relief dengan sejuta makna, membuatku dan tentunya rakyat Indonesia bangga. Ini bukti bahwa Indonesia, dari dahulu adalah hunian yang nyaman bagi para cendikiawan.
Kepada pengunjung candi borobudur, diharapkan segera meninggalkan area candi, karena waktu berkunjung sudah habis. Jam 17.30 area candi harus steril dari pengunjung. Seruan itu seperti kode bagiku dan pengunjung lain untuk segera bergegas.
Aku memilih menghabiskan waktu, menikmati sore menjelang petang dengan berdiri di bagian utara candi. Aku berdiam diri. Hanya hembusan napas yang beriringan dengan mata yang tidak berhenti melihat bukit-bukit hijau di depannya.
Aku tarik nafas lebih dalam untuk rileks, begitu tenang dan tentram. Matahari yang mulai meredup membuat kawasan ini berubah. Perlahan-lahan menjadi mistis, suara penghuni hutan seperti bersahutan memberiku kabar bahwa sudah menjelang malam. Penuh keajaiban dan misteri.
Aku tersentak kaget saat petugas menepuk bahuku. Aku bergegas turun.
Rasanya, tak ingin beranjak meninggalkan segala keindahan Potret Mahakarya Indonesia ini. Ada keinginan yang tertinggal dan belum sempat kulakukan. Menikmati fajar di candi kebanggaan bangsa Indonesia ini.
Sesungguhnya, keajaiban mistis Candi Borobudur berpuncak dan terlihat sempurna ketika fajar perlahan muncul di antara lereng Gunung Merapi dan Merbabu.
Saat itu Candi Borobudur seolah menyembulkan stupa induk di tengah semaian kabut tebal. Sungguh pemandangan yang ajaib dan magis. Tak heran jika banyak fotografer berburu momen mahal dan langka ini. Mereka harus sabar menunggu kabut berarak, berharap kabut kian menipis sehingga puluhan stupa menampakan keutuhannya sebagai bagian candi yang siluet, membentuk lukisan nyata mahakarya yang sempurna, seperti foto Borobudur Mistyc hasil karya Arif di Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia.
Menurut para fotografer yang sudah menikmati fajar di Borobudur, bulan Juni hingga Agustus adalah waktu yang tepat untuk mengabadikan momen magis Potret Mahakarya Indonesia yang tiada duanya itu.
Selain bulan-bulan tersebut, cuaca tidak menentu. Jika hujan, jelas candi tak akan terlihat, tertutup tebalnya kabut. Kalaupun cerah, terkadang posisi matahari tidak tepat. Ini adalah tantangan bagi para fotografer untuk berburu momen magis Candi Borobudur.
Borobudur menyimpan banyak misteri dengan sejuta arti yang patut kita pelajari. Semoga kita bisa menjaga Potret Mahakarya Indonesia ini
1 Comment
bocah petualang · November 20, 2013 at 06:36
Foto paling atas itu benar-benar magis…