I’m Going Home

Published by ALAM on

Sabtu 12 Mei 2012 aku bangun pagi lebih semangat. Hari ini aku akan pergi ke Pamekasan. Sebenarnya tidak ada yang spesial bagiku di kabupaten ini, ada 3 agenda penting. Pertama aku akan silahturahmi ke desa tempat KKN. Kedua aku akan deklarasikan RT Plat-M Pamekasan dan ketiga aku akan meeting dengan Telkom Pamekasan perihal kerjasama Telkom Pamekasan dengan Plat-M. Namun yang sangat spesial adalah aku akan kembali ke desa Rangperang Laok, desa tempat KKN selama 27 hari tiga bulan yang lalu itu. kisah tentang KKN ini sudah aku abadikan dalam sebuah buku yang juga berjudul Rangperang Laok.

Bayangan kenangan tiga bulan lalu bersama 12 teman satu kelompok kembali mengitari kepalaku. Terbayang jelas di pikiran. Begitu ramahnya Pak Klebun dan Bu Klebun, begitu perhatiannya Bu Nur dan Bu Man-aman. Kenangan mengajari anak-anak yang sangat semangat belajar ngaji di desa dengan empat dusun ini. Bis mini berangkat membawaku. Finally, I’m going home. Seperti lagu yang berdendang di headset ini.  Setelah tiga jam perjalanan dari Kamal, akhirnya aku sampai di kota Pamekasan.

Tidak ada yang berubah dari kota ini. Melihat tata kota seolah membawaku ke ruang waktu di masa lalu. Aku kembali ke masa KKN. Itu sangat terasa. Dijemput Mustain, kawan akrab saat KKN, aku di bawa ke rumah Pak Klebun. Di perjalanan menuju desa, terlihat beberapa ruas jalan sedang diperlebar. Karena memang jalan ini merupakan salah satu jalur utama dari Sampang ke Pamekasan. Hamparan sawah sudah ada beberapa yang menanam tembakau. Ya. kalau sudah musim kemarau seperti ini, warga Rangperang Laok dan sekitarnya menanam tembakau.

Posko yang berganti menjadi tempat belajar anak-anak PAUD

Begitu. Aku langsung duduk di langgar (musholla) yang biasa menjadi tempat nongkrong selama KKN dulu. Sengaja tidak memberitahu keluarga di Rangperang Laok kalau aku datang. Agar terkesan kejutan. Aku hanya memberitahu Syukur, keponakan Klebun. Syukur-pun sebenarnya menyuruh Mustain menjemput temannya yang ternyata adalah aku.

Keluargaku -ya keluarga. Aku sudah menganggapnya keluarga- menyambut ramah aku setibanya di sana. Beberapa hadiah yang aku siapkan dari rumah, aku serahkan. Meski tidak begitu berharga hanya berupa foto dan buku Rangperang Laok, tapi mereka menerimanya dengan sangat senang. Aku disapa Pak Klebun di langgar. Aku berikan hadiah dari kelompok 14 yang berupa buku Rangperang Laok. S

etelah membuka satu demi satu, melihat foto-fotonya, Pak Klebun akhirnya membaca bagian akhir dari buku ini yang berjudul Akhirnya air mataku jatuh (cerita akhirnya air mataku jatuh ada di buku Rangperang Laok). Aku sangat sungkan melihatnya. Malu bercampur deg-degan. Betapa tidak, artikel ini menceritakan saat kesedihan sangat mendalam sehingga kami tidak bisa menahan air mata kami, tapi ah sudahlah!. Tidak ada yang berbeda di rumah ini selain rumah Pak Klebun yang direnovasi bagian depannya, terlihat beberapa tukang yang semangat mengerjakan proyek ini.

Salah satu yang aku suka dari Desa ini adalah karena kereligiusan warganya. Hampir di setiap langgar ada speaker TOA. Tidak hanya dibunyikan saat kumandang adzan bertanda masuknya waktu sholat. Tetapi juga digunakan saat membaca Al-quran. Setiap jam 17.00, 30 menit sebelum Maghrib beberapa menghidupkan speaker TOAnya dan membaca surah Yaasin. Akibatnya aku seolah dikelilingi ayat-ayat suci Al-quran. Dari utara ke selatan, barat ke timur semuanya mengaji dengan menggunakan speaker TOA. Ini seolah menjadi pluit panjang bagi teman-teman yang sedang bermain bola di lapangan. Sangat berbeda jika di desaku. Pluit panjangnya adalah kumandang Adzan.

Selesai sholat Maghrib, aku merasakan masih berada dalam masa KKN. Aku masih mendengar candaan teman-teman di posko. Tapi ketika aku lihat posko KKN tempat menginap kami selama 27 hari sudah beralih fungsi menjadi tempat belajar PAUD.

Bercengkrama penuh keakraban merupakan proker wajib kelompok 14 selama KKN. Tempat favoritnya adalah langgar. Dan warga Rangperang Laok masih sangat menghormati tamu. Benar. Mereka sangat menghormati orang baru yang hadir. Bukan hanya aku diberikan makan yang membuat seolah masa KKN itu kembali lagi, tapi juga kebiasaan mereka memakai bahasa Madura alus terhadap orang luar itu sedikit membuatku sungkan. Padahal mereka lebih tua dariku, tapi mereka tetap menggunakan bahasa engghi-bunten. Mau tidak mau ya aku harus berbahasa halus juga. Tidak semudah yang dibayangkan berbahasa Madura halus meski sudah terbiasa berbahasa Madura kasar.

Pagi sudah datang, bu Nur dengan baik hati menyuguhkan kopi kepada dan Lora yang juga menginap di langgar. Adanya Lora menambah kesan kembali ke masa lalu. Pagi itu kita sepakat untuk mandi di Sumber. Sudah beberapa hari tidak hujan, itu artinya air sumber bheli’ sompak akan jernih dan mengundang untuk kita menceburkan diri ke dalamnya.

Ketika jalan-jalan kembali ke Sumber Bheli’ Sompak

Dengan menggunakan jet coster (cerita jet coster lengkap ada di buku Rangperang Laok) kita sudah sampai di sumber. Nostalgia itu kembali kentara. Suasana masih sama seperti saat KKN hanya terlihat agak gersang. Tanpa berpikir panjang, aku menceburkan diri ke dalamnya. Tentunya tidak telanjang bulat. Karena ada beberapa santri perempuan yang menggunakan sumber ini untuk aktivitas MCK mereka.

Aku ingin menikmati momen ini sebelum kembali ke kesibukanku yang sebenarnya di kampus. Aku berbaring berbantal batu sumber, membiarkan air dari sumber yang jernih ini mengaliri seluruh tubuhku. Aku ingin menikmati relaksasi gratis ini. aku bermandikan air bercampur dengan sinar mentari pagi yang begitu sejuk. Aku ingin bercerita kepada air jernih yang mengalir ini bahwa aku merasa terlalu banyak tugas yang harus aku selesaikan dengan tepat waktu bukan pada waktu yang tepat. Relaksasi seperti ini cukup memberiku ketenangan batin, pikiran kembali fresh dan lebih bersemangat menjalani aktivitas dan tugas-tugas berikutnya. Aku kembali bersemangat. Terimakasih sumber bheli’ sompak telah memberiku relaksasi gratis dari alam.

Setelah 2 hari dan diperpanjang 3 hari, beberapa agenda sudah dilakukan akhirnya aku pamit pulang. Tidak ada air mata yang jatuh (cerita akhirnya air mataku jatuh lengkap ada di buku Rangperang Laok) seperti masa KKN dulu. Aku pulang dengan riang dan membawa pikiran fresh dan siap melanjutkan aktivitas sebenarnya di Bangkalan.

 


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

2 Comments

dafhy · May 17, 2012 at 03:32

memang mengesankan bisa kembali ke tempat KKN itu mas. akan teringat kembali masa-masa itu.

    wahyualam · May 20, 2012 at 04:48

    Yaps, betul sekali mas. 🙂

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.