Pohsarang, Gereja Sekaligus Tempat Wisata
Gunung Kelud adalah hal yang terpikir pertama kali ketika kita berkunjung ke Kediri. Gunung ini menyimpan begitu banyak misteri dengan anak gunungnya yang baru muncul tahun 2007. Selain Gunung Kelud, aku juga pernah berkunjung ke Simpang Lima Gumul (SLG) –Arch de Triomphe versi Kediri- beberapa waktu lalu.
Dalam rangka blogwalking offline ke blogger Kediri, aku bersama Raden, datang ke Kediri dengan menganut makhtab Âblank traveling. Kebetulan di Kediri sedang ada acara Cak Nun dan Kiai Kanjengnya. Kebetulan yang kedua sebenarnya tidak diharapkan, yaitu ada kakak kelasku –Almarhum Okfan- yang meninggal beberapa hari sebelum jadwal keberangkatanku ke Kediri. Menggunakan jurus aji mumpung yang tak diharapkan itu kami sekalian ta’ziyah ke rumah duka.
Acara ta’ziyah dan Cak Nun berlangsung begitu saja di hari Jum’at. Ada sisa hari Sabtu pagi hingga sore. Rugi rasanya jika hanya berdiam diri tanpa keluar menikmati indahnya kota ini.
Mengajak dua skikandi blogger Kediri, Silvi dan Tiwi, aku dan Raden merayu mereka untuk mau mengajak kami berkunjung ke tempat wisata di Kediri. Beberapa tempat sempat terlontar oleh kedua gadis cantik ini. Sungguh beruntung kami punya sahabat blogger di Kediri. Karena pertimbangan waktu dan jarak, akhirnya Silvi dan Tiwi menculik kami ke barat kota Kediri.
Menempuh perjalanan menggunakan motor selama 45 menit, tibalah kami di sebuah tempat wisata yang suasana begitu sejuk. Gerbang besar dengan tulisan “Selamat Datang di Gereja Pohsarang†menjadi penghibur tersediri bagi kami yang pertama kali ke sini. Kerennya lagi, kita tidak perlu merogoh kocek untuk masuk ke Gereja yang sekaligus tempat wisata ini. Lagi pula, aneh rasanya jika tempat ibadah dan harus bayar karcis.
Gereja Katolik di Pohsarang didirikan atas inisiatif pribadi dari Romo Jan Wolters CM dengan bantuan arsitek terkenal Henri Maclaine Pont pada tahun 1936. Keindahan arsitektur Gereja Pohsarang melekat pada dua nama ini, arsiteknya Ir Maclaine Pont dan pastornya Romo Jan Wolters CM. Ir. Henricus Maclaine Pont sangat pandai dalam membentuk keindahan bangunan Gereja yang mengukir kebudayaan Jawa; sementara Romo Wolters sebagai inisiator memberi roh pengertian mendalam tentang makna sebuah bangunan Gereja dengan banyak simbolisme untuk katekese iman Katolik
Kompleks Gereja Puh Sarang merupakan suatu usaha untuk menampilkan iman Kristiani dan tempat ibadat Katolik dalam budaya setempat. Banyak orang berpendapat bahwa bangunan yang dibuat di Puh Sarang indah dan unik serta merupakan karya monumental yang patut untuk dipelihara dan dijaga. Karena Gereja Puh Sarang menampilkan gaya Majapahit yang dikombinasikan dengan gaya dari daerah lain dan iman Kristiani.
Yulianto Sumalyo dalam buku yang berjudul “Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia” (Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993) menulis demikian mengenai gereja Puh Sarang: “Seperti pada bangunan Trowulan, Tegal dan lain-lain untuk membangun gereja Pohsarang selalu menggunakan bahan-bahan lokal. Maclaine Pont menggunakan juga buruh setempat selain beberapa tukang yang sudah berpengalaman pada saat membangun museum. Gereja yang sarat dengan simbolisme ini merupakan suatu karya arsitektur yang sangat berhasil dilihat dari berbagai segi: mulai dari lokasi, tata massa, bahan bangunan, struktur dan tentu saja fungsi dan keindahannya. Semua aspek termasuk budaya setempat dan filsafat agama dipadukan dalam bentuk arsitektur dengan amat selaras” (wikipedia)
Aku tidak begitu paham tentang arti dan makna dari simbol, bangunan, gedung, dan arsitektur di sana, silahkan buka link wikipedia untuk tahu lebih jauh tentang Gereja ini. Namun yang jelas, kesan asri dan sejuk akan begitu terasa saat memasuki area Gereja. Areanya cukup luas dan boleh dikunjungi oleh siapa saja, termasuk yang bukan beragama Nasrani.
Selama di areal Gereja, kami bercerita panjang lebar tentang komunitas dan aktivitas di dalamnya. Sesekali kami berfoto dan berpindah tempat. Suara-suara burung berkicauan terdengar syahdu bercampur dengan segarnya udara di area ini.
Pada saat berada di kawasan yang terdapat bunda Maria, kami mengurangi volume suara kita, karena tidak boleh berbicara terlalu keras. Kami memutuskan berpindah tempat ketika melihat beberapa jemaah sedang khusyu’ berdoa dengan Tuhannya.
Hal unik yang lain yang aku temukan adalah ketika terdapat beberapa patung yang menceritakan pensaliban Yesus. Kita bisa menikmati dengan suasana yang asri dan hijau. Padahal kami berkunjung ke sana menjelang tengah hari. Butuh waktu sekitar 20 menit untuk mengitari dengan santai patung-patung Yesus itu.
Sebenarnya ada banyak hal yang ada di dalam Gereja ini, namun aku tidak bisa menceritakan karena aku tidak paham apa arti dan maknanya. Tapi yang pasti, ini adalah tempat ibadah yang harus dikunjungi bagi kaum Nasrani.
Kedua srikandi blogger Kediri kemudian menculik kami untuk kembali ke Kota. Sholat di Masjid Agung dan ngopi-ngopi ceria di Kediri Town Square.
Sungguh pejalanan yang menarik!
4 Comments
M. Faizi · March 10, 2015 at 06:37
Sudah saya baca. Saya baru dengar nama itu. Hebat Anda itu, benar-benar blogger.
Wahyu Alam · March 20, 2015 at 06:40
Lebih hebat Ra Faizi yang punya banyak blog, tetapi tetap aktif semuanya.
Silviana Apple · March 9, 2015 at 18:31
Terimakasih sudah datang di Kediri.. ^_^ Jangan kapok, masih banyak wisata lainnya yang kereeen dan kalian harus merasakan juga 😀
Wahyu Alam · March 20, 2015 at 06:39
Yuk ke Kediri lagi..