Terperangkap Kabut Menuju Wungli
Taipei dirundung awan gelap. Hujan pun tak terelakan lagi. Gerimis a la shower menghujam dari langit. Aku bergegas dari kamar menuju lab. Bukan untuk mengerjakan tesis, tetapi untuk transit saja. Sarapan sebelum berangkat ke Wungli.
Untuk melawan cuaca dingin dan hujan, aku menggunakan jaket hoodie yang dilapisi satu jaket lagi. Usai sarapan, Mas Yusuf menelponku, sempat terputus dan aku pun langsung bergerak dari lab ke tempat janjian.
Aku setengah berlari menghindari rintikan hujan. Mobil Nissan berwarna hijau terparkir di belakang kampus. Aku segera mempercepat langkah agar jaket tidak basah kuyup. Aku pun membuka pintu mobil belakang, karena di bagian depan sepertinya sudah ada orang.
Saat aku membuka pintu, aku melihat ke arah sopir dan penumpang di depan. Sopir seharusnya Mas Yusuf, ternyata bukan. Aku tidak melihat Mas Yusuf dan dua teman lainnya. Di dalam mobil cuma ada dua orang: pria dan wanita.
Sial. Aku salah mobil.
Aku membuka mobil orang lain. Mobil tersebut memang sangat mirip dengan mobil Mas Yusuf. Dua orang di mobil tersebut sempat terkaget. Aku minta maaf dan mengambil ponselku, sok tenang padahal salah tingkah.
Aku menelpon Mas Yusuf yang ternyata masih membeli sarapan. Baiklah, tragedi memalukan di Sabtu pagi telah terjadi.
Aku berteduh di bawah atap yang ada di sediakan di trotoar suatu proyek. Aku menunggu Mas Yusuf datang. Tak lama, kami bertemu, aku duduk di depan, di samping Mas Yusuf. Hal pertama yaitu memang seat-belt dan kemudian menceritakan kejadian memalukan yang baru saja terjadi.
Perjalanan dengan misi mencari sakura pun dengan resmi dimulai!
Berada di depan bersama sopir adalah favoritku. Dengan berada di depan, kita akan melihat langsung apa saja yang berada di depan, kemana saja arah yang harus ditempuh dan seperti apa suasana di sekitar selama perjalanan. Semuanya akan lebih mudah terlihat ketika berada duduk di bagian depan bersama sopir.
Ini adalah kesekian kalianya, aku diajak Mas Yusuf berkeliling Taipei dan sekitarnya. Kali ini sedikit berbeda. Karena kita akan pergi jauh dari Taipei. Kita akan mencari sakura di Shei-Pa National Park di Wuling.
Selama perjalanan, aku baru sadar kalau insfrastruktur di Taipei sudah dirancang dengan baik. Jembatan banyak yang berdiri kokoh, perbukitan ditembus untuk dibuat terowongan. Terlihat keseriusan negara ini untuk menghubungkan kota demi kota.
Hujan yang terus turun semakin membuat pemandangan indah. Perbukitan hijau yang menjadi basah, menjadi lebih elok seperti melihat gadis yang baru saja selesai mandi. Namun, hujan ternyata hanya terjadi di Taipei. Begitu keluar dari terowongan sepanjang 20 km, kami disuguhi pemandangan apik dengan suasana berawan. Gugusan awan melambai di depan kami. Jalanan yang menurun membuat kami dapat memandang gedung perkotaan yang berjejer di bawah perbukitan hijau.
“Ngga ada yang mabuk darat, kan?†kata Mas Yusuf.
Kami bertiga serempak menjawab: TIDAK! Dalam hatiku, itu bukan pertanyaan biasa. Itu ancaman.
“Memangnya jalan seperti apa mas?â€
“Jalannya naik-turun dan berkelok. Jika belum biasa, maka akan dibuat pusing, meskipun menjadi sopir.â€
Saat dilihat di Google Maps, arah dari Taipei menuju Wuling memang berkelok-kelok seperti benang kusut. Aku sandarkan kepala di kursi mobil bersiap menghadapi liukan demi liukan.
Jalanan mulai naik. Taiwan ternyata bukan hanya Taipei. Kualitas aspal di jalan ini terlihat perbedaan dengan Taipei. Meski tidak rusak parah, tetapi sedikit gronjal-gronjal membuat perut mulai bereaksi.
Roda mobil terus berputar, Mas Yusuf sesekali melihat ponselnya yang terbuka aplikasi Google Maps. Ketiga penumpang asyik melihat pemandang di sekitar. Kami memasuki kawasan pertanian yang berada diapit perbukitan. Kawasan pertanian ini mirip seperti lintasan lahar dingin di Yogyakarta. Sepertinya di sini pun berfungsi sama, meski intensitas dilewati lahar dingin tak begitu sering.
Namun lengkukan raksasa yang seolah membelah bukit dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam. Bahkan beberapa peralatan berat seperti bego terlihat menghiasi sebagian besar area pertanian. Kami disuguhkan pemandangan konsep pertanian yang memanfaatkan teknologi.
Pemandangan perbukitan hijau, awan yang menggelayut, kawasan pertanian yang menarik adalah hiburan separuh perjalanan kami. Mobil terus merangsek menyusuri aspal yang terlihat lebih menanjak dari sebelumnya.
Entah sudah melewati berapa ratus kelokan, yang jelas mobil semakin menanjak. Kami merasakan hawa yang semakin dingin di luar. Semakin ke atas, terlihat kabut menghiasi perjalan kami. Awalnya kabut masih samar-samar. Aku meminta Mas Yusuf untuk menghidupkan lampu depan. Meski jalanan sepi, namun beberapa mobil yang datang dari depan juga diwaspadai. Aku tidak menggangu konsentrasi Mas Yusuf.
Semakin lama, jalanan semakin menaik. Kami seperti menaiki perbukitan dengan cara mengitarinya. Kami diuntungkan dengan kondisi aspal yang lumayan bagus di atas bukit. Namun, masalah kabut sepertinya semakin tebal. Tiba-tiba saja kami tidak bisa melihat di samping kanan dan kiri. Di samping kiri terdapat bukit, di samping kanan sebenarnya jurang dan dapat melihat pemandangan yang menarik. Namun kenyataannya, kami hanya melihat lukisan putih pekat. Kami seperti terperangkap dalam gedung yang terbakar dan menimbulkan asap tebal.
Suasana mobil tiba-tiba terasa sepi. Kami larut dalam doa dan fokus untuk melihat ke arah depan. Jarak pandang semakin berkurang. Jika begini saja sudah sulit memandang, bagaimana saudara-saudara kami saat terkena kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Mereka akan merasakan suasa yang mirip seperti ini. Namun mereka lebih tersiksa, bukan kabut yang mereka dapat melainkan asap pekat yang sangat mengganggu pernapasan.
Mas Yusuf meminta saya menghidupkan kamera. Ini adalah kejadian unik. Terjebak kabut tebal di atas perbukitan. Aku pun merekam suasana perjalanan menembus kabut tebal. Tidak lama aku merekam, suasana berubah menjadi lebih terang.
Kabut tiba-tiba menghilang entah raib kemana. Setelah berjalan tidak lama, kami baru melihat kalau ada kawah yang mengeluarkan kabut tebal. Dari sanalah kabut itu berasal.
Keluar dari perangkap kabut, Mas Yusuf memacu mobil lebih cepat. Hingga akhirnya kami sampai di pintu masuk Shei-Pa National Park. Kami berhenti untuk berfoto sebentar dan melanjutkan perjalanan.
2 Comments
putrikapitan · April 29, 2016 at 11:50
g beda ternyata ma asap kebakaran hutan hehe
niyasyah · April 9, 2016 at 11:18
nggak ngeri gitu ya waktu kena kabut tebal? aku bayanginnya aja udah gimana gitu.. :3