Perjalanan Mencekam dari Riufang Menuju Bitou

Published by ALAM on

wahyualam.com - jadwal TRA

Kita juga harus menuruti kemauan diri. Jangan kemauan dosen saja kita turuti. Begitulah kata Saide menggelorakan semangat. Semangat untuk tetap bisa sampai di Bitou. Melihat dari dekat bagaimana indahnya pemandangan Bitou Cape Park.

Gagal di hari Sabtu. Bukan lantas menyerah. Hari Minggu kita kembali ke Riufang. Berangkat dengan rute yang sama dengan perjalanan pulang ke Taipei. Mumpung akhir pekan menyisakan hari Minggu, ngga ada pilihan lain selain menuruti kemauan dan rencan sendiri: memandangi dari dekat Bitou Cape Park.

Berangkat dari Gongguan, menuju Songshan, kemudian berpindah ke Taiwan Railway Administration (TRA), yaitu kereta antar kota dengan kode 4178. Menurut informasi di website, kereta ini berangkat dari Shulin dari jam 11 menuju Suao. Jika ditarik garis lurus, maka kereta ini membentang dari barat ke timur Taiwan bagian utara.

Kami menunggu lima menit. Kereta datang setelah telat dua menit.

Gongguan, Songshan, Riufang ditempuh dengan waktu 1 jam 55 menit menggunakan MRT dan TRA.

Stasiun Riufang ini lebih sibuk dari stasiun-stasiun sebelumnya. Ini terlihat dari jumlah deretan rel kereta api yang berjejer. Stasiun Riufang adalah pintu masuk ke kawasan wisata di timur Taiwan.

Kami dimanjakan dengan pusat informasi pengunjung yang berada di stasiun. Di dalamnya terdapat beberapa leaflet berisi informasi detail tentang promosi wisata. Leaflet tersedia untuk berbagai tempat dan berbagai rute. Terdapat dua orang pegawai yang fasih bahasa Inggris untuk menjawab setiap pertanyaan turis lokal maupun mancanegara. Dengan cekatan mereka bertanya kami mau kemana dan dengan cepat juga menunjukkan bis apa dan dari mana kami harus naik. Jika informasi tidak tersedia, mereka membantu kami mencarinya di internet.

Secanggih-canggihnya mesin pencari, tidak akan dapat mengalahkan canggihnya masyarakat lokal yang tahu betul kondisi yang sebenarnya.

Mengikuti dari saran mbak petugas, kami menunggu di halte bis dan menunggu datangnya bis 856. Inilah bis satu-satunya yang melintas ke Bitou. Meski masih pukul satu siang, tetapi kondisi cuaca gelap seperti menjelang Maghrib.

Jaket kami mulai membasah dengan air hujan yang turun seharian. Kami segera mengantri naik ke dalam bis dan membayar bis menggunakan easy card. Kami duduk di paling belakang. Kami buka leaflet yang kami ambil dari pusat informasi pengunjung di stasiun Riufang.

Dari leaflet tersebut tergambar lengkap informasi yang berada di kawasan timur laut Taiwan. Selain Bitou, nama Jiufeng menjadi daya tarik kami. Salah satu tempat yang harus kami kunjungi sebelum meninggalkan Taiwan.

Taiwan memang sangat serius menggarap pasar wisata. Ini terlihat dari berbagai upaya yang mereka lakukan. Seperti menyediakan leaflet lengkap di stasiun yang menjadi pintu masuk turis. Selain itu, pemerintah menyediakan layanan shuttle bis yang mengelilingi tempat wisata terbaik di sisi timur laut Taiwan. Bahkan setiap tahun pemerintah mempunyai program undian berhadiah fantastis.

wahyualam.com - suasana gelap Keelung

Kurang dari lima belas menit, kami sampai di kawasan Jiufeng. Bis harus melaju pelan-pelan. Kondisi kendaraan sangat padat. Deretan mobil pribadi pengunjung terparkir di pinggir jalan. Taksi-taksi yang terparkir juga menambah sempit jalan. Selain itu volume kendaraan yang menuju tempat ini juga banyak. Sepertinya kami datang di waktu yang tanggal yang pas. Pick-season libur Natal.

Lepas dari Jiufeng, bis melaju lebih lancar.

Semakin lama, bis semakin menanjak. Melintasi liukan demi liukan. Di luar kondisinya gerimis. Mendung gelap dan angin kencang terlihat berhembus. Ini terlihat dari pepohonan yang bergerak-gerak.

wahyualam.com - suasana bis Keelung

Jalur Riufang, Jiufeng menuju Bitou ternyata harus melintasi lembah dan bukit. Aku merasa bis sedang berada di atas bukit. Karena di kanan dan kiri tidak terlihat apapun kecuali putihnya kabut. Aku sempat khawatir kondisi bis dan jalanan yang licin. Bis besar yang penuh dengan penumpang meliuk-liuk di jalanan terjal, naik-turun, belok kanan-kiri, menembus tebalnya kabut dan menerobos rintik hujan.

wahyualam.com Kelok sembilan di New Taipei City

Bahkan aku merasa sedikit keder ketika bis melaju melintasi jalan yang curam dan berbelok. Ada enam kelokan yang berbentuk huruf U. Seperti kawasan kelok sembilan yang terkenal di Sumatera Barat. Jika sopir lengah sepersekian detik saja, maka dengan mudah bis ini terjungkal ke dalam jurang. Begitu menakutkan. Suasana semakin mencekam saat kondisi di luar hujan dan jarak pandang terbatas karena kabut. Kami serasa sedang menaiki bis yang berjalan di atas awan. Karena sejauh mata memandang hanya warna putih yang terlihat.

Aku sedikit tenang karena kondisi bis yang prima dan sopir yang terlihat handal.

wahyualam.com - laut cina timur

Hingga akhirnya, jalanan kembali mendatar. Pemandangan berubah sedikit berwarna. Meski ada kabut, tetapi tebing di sisi kanan terlihat dan hamparan Laut Cina Timur tersaji. Mungkin jika musim panas, akan semakin indah pemandangannya.

Perjalanan dari Riufang menuju Bitou memberikan kesan tersendiri. Mulai dari naik bis di atas awan, kelok sembilan yang menegangkan hingga kombinasi tebing dan laut yang menemani sepanjang perjalanan.

Seperti apakah Bitou Cape Park? Menarik ditunggu!


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

0 Comments

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.