KKN Hari 4: “Aku Ingin Diajari Pak Wahyu KKN”
Kelas 11 dengan satu orang siswa laki-laki
Butiran hujan mengiri pagi hari di Rangperang Laok di hari ke empat KKN ini. Beberapa anggota Kelompok 14 sudah pulang mandi berjama’ah di sumber dekat markas. Semuanya sibuk bergegas bersiap mengajar. Kali ini ada tiga orang mengajar di MTs dan MA dan 8 orang di SD Rangperang Laok 1 dan dua orang sisanya membantu PAUD yang sudah berjalan di rumah Pak Klebun, Pak Ach. Fadili.
Aku masih bertugas mengajar di MTs dan MA Miftahul Ulum yang ada di Pondok Pesantren Sumber Baru. Karena beberapa kelas udah ada yang mengajar, kami terpaksa menunggu di ruang kantor sederhana. Diskusi ringan terjadi antara guru dan kami. Pertanyaan umum seperti berapa hari tinggal di sini, asal daerah, sampai informasi detail kondisi terakhir Universitas Trunojoyo Madura. Pak Kepala Madrasah memanggilku untuk mengajar di kelas 12 MA. Karena kebetulan gurunya lagi berhalangan hadir, kelas menjadi ‘kosong’ tidak ada yang mengajar. Aku sedikit kaget ketika masuk ruangan dengan mendapati seluruh siswanya ada perempuan. Ketika ditanya ternyata banyak temannya yang tidak masuk dengan berbagai alasannya, salah satunya adalah karena becek.
Hari itu aku mengajar ekonomi, meski harus menyimpang dari disiplin ilmu yang aku jalani namun tidak mengurangi semangatku. Aku ajari bagaimana mencatat yang baik dan mengerjakan soal essay. Dengan mengerjakan soal-soal essay siswa pasti sudah melakukan dua hal yaitu membaca dan menulis. Aku masih mengajar mereka seperti stand-up comedy. Meski terkadang joke yang saya berikan garing dan tanpa reaksi, namun beberapa kali mereka tertawa ketika aku memberikan joke dengan bahasa Madura. Mereka kebanyakan baru respect ketika kita mengajarnya dengan bahasa Madura. Bahasa Madura membuat tembok pembatas antara siswa dan guru runtuh dan membuat suasana lebih akrab dan santai sampai tidak terasa seorang guru memberikan kabar kalau waktunya istirahat, bel sekolah tidak berfungsi saat itu karena listrik padam.
Istirahat kami bertiga diajak ke ruangan khusus untuk makan bersama. Sejujurnya aku sangat sungkan makan bareng dengan mereka, tapi hal ini bisa menjadi ajang pengakraban diri bagi kami dan beberapa guru pengajar yang lain. Selesai makan kami langsung melanjutkan proses belajar mengajar di kelas. Aku kembali duduk menunggu instruksi dari kepala Madrasah. Bagaimanapun Madrasah ini sudah ada jadwal dan gurunya masing-masing. Aku tidak mau mengganggu sistem yang sudah berjalan. Kami hanya membantu proses belajar mengajar jika kondisi kelas dalam keadaan ‘kosong’ tidak ada yang mengajar. Tidak lama saya duduk, tiba-tiba guru yang baru saja mengajar Ekonomi di kelas 11 memanggil “Pak Wahyu belum masuk ke kelas 11?”, “belum pak! ”, “Silahkan masuk ke kelas 11, mereka ingin diajari Pak Wahyu dari KKN katanya”. Hah? Aku kaget! Mereka “mengusir” guru yang mengajar mata pelajaran ekonomi kerena ingin aku yang masuk dan memperkenalkan diri di kelas ini.
Nyaris sama kondisinya kelas kelas 12 hanya saja di kelas ini ada satu cowok bernama Ach. Noer. Aku beri motivasi semuanya untuk tetap semangat sekolah. Karena pendidikan itu sangat penting bagi masa depan mereka. Jangan ikuti dan hiraukan semua teman-teman yang tidak mau sekolah bahkan berhenti sekolah. Kalian harus tetap semangat!, ujarku di depan kelas. Pelajaran dilanjut dengan belajar Lembar Kerja Siswa (LKS) mata pelajaran Ekonomi dengan sesekali diselingi motivasi dan humor supaya kelas hidup. Ketika beberapa teman sudah pulang, mereka masih dengan fokus melihatku yang bercerita tentang seorang dari desa yang sukses. Bahkan ada beberapa kawannya dari kelas lain bergabung di kelas 11 untuk bersama-sama mendengarkan ceritaku sampai akhirnya aku tutup dengan salam untuk mengakhiri pertemuan kali ini.
4 Comments
Ria Lyzara · February 1, 2012 at 07:21
setuju ma bang rotua..
ceritane smpyn jdi kayak d novel2..
sepertinya “Indonesia Mengajar” semakin merasuk dalam nadi anda..
nice 🙂
wahyualam · February 1, 2012 at 15:30
Matorsakalangkong.
rotyyu · February 1, 2012 at 00:55
Tampangmu udah kayak guru beneran aja itu bun. Caramu bercerita juga lama-lama kok terasa seperti di novel-novel ya, mungkin efek banyak membaca buku kali. Tapi ada yg aku ga suka bun di tulisanmu ini, sok mantap pake istilah bhs linggis. Kayaknya sih mau mencontoh idolamu itu kau ya? Kalau istilahnya benar ga masalah sebenarnya, tapi apa coba arti ‘judge’, melihat konteks kalimatnya itu rasanya lawakan gitu ya.
wahyualam · February 1, 2012 at 14:57
Thanks sarannya bang,
tentang ‘judge’ koreksi menjadi ‘joke’. *maap, i can write in english, but just a little*
memang aku sedikit melawak karena ingin membawa proses belajar mengajar yang ‘cair’.