Sholat Jumat di Taipei Grand Mosque

Published by ALAM on

saide kemal alam ke masjid

Hari Jum’at.

Jika di Madura, Jum’at adalah hari pendek. semua kegiatan perkantoran dan perniagaan akan terhenti saat pukul sebelas. Bahkan beberapa toko tutup. Jalanan sepi, tidak banyak yang bepergian. Bis ELF yang biasa beroperasi rute Bangkalan – Pamekasan pun sepi penumpang. Anak-anak sekolah pulang lebih cepat dari biasanya. Santri bergembira karena hari libur. Mungkin yang sibuk adalah petugas Masjid yang bersiap-siap menerima tamu. Segala sudut Masjid dibersihkan, lantai disapu, sajadah panjang digelar, dan jika sudah waktunya speaker TOA dinyalakan. Surah Jum’ah berkumandang menyusuri jalanan desa, kampung, hingga alun-alun kota. Tidak lama kemudian para laki-laki bergerak bersama-sama menuju Masjid. Ibarat sebuah magnet, Masjid menarik semua lelaki untuk datang, menunaikan ibadah sholat Jum’at berjema’ah. Mereka memakai kemeja dan sarung yang paling baru, tidak lupa dengan peci dan minyak wanginya. Di kantong kemeja sudah ada selembar Rupiah untuk infaq. Kegiatan sepertinya selalu terjadi, setiap hari Jum’at.

Hari Jum’at. Tak ada suara TOA, aktivitas sama seperti hari Senin. Mahasiswa sibuk dengan jadwalnya masing-masing. Aku baru selesai kuliah satu jam sebelum sholat Jum’at di mulai. Aku bergegas, memakai baju yang baru dicuci, tidak lupa peci hitam dan minyak wangi. Tidak banyak pilihan, hanya Taipei Grand Mosque yang menjadi pilihan untuk sholat Jum’at. Dengan sepuluh menit bersepeda, aku akan sampai di Xing Shen South Road, Da’an District.

Terlihat dari kejauhan bangunan yang tidak biasa. Berbeda dari gedung di sebelahnya yang berbentuk persegi panjang. Bangunan ini mempunyai menara di beberapa sisi. Meski ada tulisan Cina di depannya, tapi lambang bulan sabit di ujung menara memberikan identitas. Ada perasaan rindu yang senang ketika melihat bangunan ini. Bangunan yang sulit ditemukan di sekeliling kota ini. Inilah Taipei Grand Mosque. Dengan luas 2.747 meter persegi Masjid ini adalah yang terbesar di Taiwan. Ornamen utamanya berwarna abu-abu. Sedikit rerumputan yang tumbuh di depannya menambah kesan manis.  

masjid agung taipei

Taipei Grand Mosque di desain oleh Yang Cho-Cheng, arsitek terkemuka yang juga merancang Chiang Kai-Shek Memorial Hall, National Theater, Concert Hall, Taipei Grand Hotel, dan bangunan-bangunan landmark yang lain di Taiwan. Awal dibangun pada tahun 1945, tetapi baru dapat digunakan untuk sholat pada Agustus 1948. Kesan arsitektur Byzantium bergaya Romawi begitu kental ketika memasuki ruang utama Masjid. Kubahnya yang besar berada di atas ketinggian 15 meter. Uniknya Kubah dengan warna greenish-bronze ini juga berdiameter 15 meter tanpa bantuan tiang penyangga. Material yang digunakan berasal dari Taiwan dan timur tengah. Masjid ini juga dilengkapi dengan ruang resepsi, ruang administrasi juga perpustakaan

jumatan di masjid agung taipei

Entah sebuah kebetulan atau tidak, letaknya berada di sebelah barat Daan park. Taman besar yang hijau dan ramai di akhir pekan. Aku ingat konsep alun-alun di kota-kota di Indonesia. Ada taman di tengah-tengah kota, di sebelah barat alun-alun ada Masjid agung, di sebelah timur Keraton dan di utaranya ada pasar. Suatu konsep tata kota asli dari leluhur nusantara.

Aku seperti menemukan rumah sendiri jika melihat Masjid. Aku buru-buru masuk dan berwudhu. Di tempat wudhu, aku sudah berjumpa dengan berjemaah dari berbagai negara. Dari wajahnya aku bisa menebak, ada yang dari Afrika, negara Arab, Indonesia dan Taiwan. Meski berbeda negara, Merekalah saudaraku, saudara sesama Muslim.

Tempat wudhu di Taipei Grand Mosque tidak seperti di kebanyakan masjid di Indonesia. Kami membersihkan bagian tubuh kami sambil duduk. Di dekat pintu, ada banyak handuk bersih yang dapat digunakan satu kali pakai. Jemaah larut dalam kekhusyuan menyambut sholat Jum’at.

masjid agung taipei saat jumat

Tidak ada lantunan ayat suci Al-Qur’an menggunakan TOA, sunyi senyap saat aku melangkahkan kaki ke dalam Masjid. Aku berdoa dalam hati: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku memohon kepadaMu akan segala keutamaanMu. Aku larut dalam sholat tahiyatul masjid, tidak lama kemudian Adzan berkumandang, Khatib naik ke atas mimbar, dengan menggunakan jas lengkap dengan peci putihnya, ia menyampaikan khutbah Jum’at. Bahasa Arabnya begitu kental dengan logat Mandarin. Setelahnya khutbah disampaikan dalam bahasa Mandarin. Hanya kalimat berbahasa Arab yang bisa didengar, sisanya aku tidak mengerti. Meski begitu, terlihat Khatib begitu semangat dan menggelora menyampaikan khutbahnya. Ia menutup khutbahnya dengan berdoa.

Sholat Jum’at dilakukan berjemaah. Suasana begitu khusyu’, semua larut dalam ruku’ dan sujudnya.

Taipei Grand Mosque memang tidak terlalu besar. Mungkin besarnya setengah dari Masjid agung Bangkalan. Meskipun begitu, aku sangat bersyukur, ada Masjid besar di Taipei. Setidaknya ada tempat untuk kami beribadah berjemaah. Menjadi rumah kedua setelah dormitory di kampus.


ALAM

blogger and founder @plat_m, think about Indonesia, act in Madura, studying smart city, community developer, @limaura_'s husband | E: nurwahyualamsyah@gmail.com | LINE: @wahyualam

4 Comments

MdarulM · November 10, 2015 at 16:52

Masjid e bagus Bun. Pernah ikut sholat shubuh disitu gak? Pakai Qunut ga ya..hehehe

    Wahyu Alam · November 10, 2015 at 19:31

    Jumatan pernah, subuhan belum. Sepertinya ngga pakai Qunut. Hehehe.. 🙂

      Miftahul Hanif · August 2, 2016 at 21:38

      masih di taiwan?

        ALAM · August 6, 2016 at 09:41

        Sudah pulang.

Berikan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.